Friday, 17 January 2014
Kalau mendengar kata peri atau fairy dalam
bahasa inggris, mungkin kita langsung membayangkan perempuan cantik bersayap,
bisa terbang dan membawa tongkat ajaib. Dibandingkan magical creatures lainnya,
peri memang memiliki penggambaran yang paling bagus, contohnya saja Tinkerbell di Peter
Pan, Peri Biru di Pinokio, dan tentunya Ibu Peri yang
membantu Cinderella. Padahal menurut legenda, peri itu nggak selamanya cantik
dan baik lho.
Pada Zaman Dahulu Kala...
Dahulu peri nggak dipuja seperti sekarang. Legenda-legenda
seputar peri biasanya malah menceritakannya sebagai makhluk yang jahat atau
iseng. Kata fairy sendiri berasal dari "fae" yang digunakan
pada dongeng dan cerita rakyat Eropa Barat abad pertengahan. Nggak ada yang
tahu pasti arti kata ini, tapi fae dianggap sebagai tempat khayalan
dimana kejadian dalam dongeng tadi terjadi. Dan kata fairy juga
dipakai untuk menyebut magical creatures lainnya, kayak goblin dan jembalang.
Pada masa itu, peri dianggap sebagai makhluk pengganggu yang
bikin hidup manusia nggak tenang. Salah satu ulah mereka adalah mengganti bayi
manusia menjadi bayi peri, yang disebut changeling. Tapi bukan bayi saja
lho, para orang tua pun nggak luput dari bahaya penculikan oleh para peri.
Untuk melindungi diri, orang-orang menggunakan tanaman rowan dan besi
dingin. Di Irlandia, sepotong roti gandum disematkan ke baju para bayi untuk
menjauhkan mereka dari peri.
Peri di legenda kuno tadi diceritakan bertubuh besar dan
tinggi, bahkan kadang menyerupai troll yang menyeramkan itu, lho.
Tapi, ada juga cerita yang mengatakan bahwa penampilan peri mirip dengan
malaikat, karena sebagian masyarakat percaya kalau peri adalah perpaduan antara
manusia dan malaikat. Baru pada masa modern peri digambarkan sebagai perempuan
mungil seukuran serangga, bercahaya dan memiliki kekuatan sihir.
Lalu Lahirlah Seorang Peri...
Proses terjadinya peri pun ada banyak versi. Di daratan
tinggi Britania penduduknya percaya kalau peri itu sebenarnya adalah manusia
yang sudah meninggal. Konon banyak warga pada masa itu (sekitar abad ke-17)
mengaku melihat peri yang mukanya mirip dengan kerabat mereka yang sudah
meninggal.
Selain itu juga anggapan kalau peri adalah makhluk ketiga di
antara malaikat dan setan. Saat Tuhan menempatkan malaikat di surga, dan setan
di neraka, peri adalah makhluk yang tinggal di antara kedua tempat tadi. Peri
juga dipercaya sebagai abadi, seperti elf-elf Legolas dan Arwen dalam film yang diadaptasi dari trilogi The Lords
of The Rings.
Baru pada zaman Victoria atau abad keemasan, para sasrawan
Eropa seperti William Shakespeare, Rudyard Kipling, dan Brothers
Grimm mulai meromantisasi keberadaan peri dalam tulisan-tulisan mereka.
Sehingga anggapan tentang peri yang sebelumnya nggak begitu bagus pun berubah
perlahan. Bahkan banyak orang yang percaya bahwa peri tercipta dari tawa
pertama yang didendangkan oleh bayi. Padahal versi ini baru ditulis oleh James
Barrie dalam novelnya berjudul The Little White Bird, di bab berjudul
Peter Pan pada tahun 1902.
Dan Peri-peri Bermunculan...
Dari dulu banyak orang mengaku pernah melihat peri. Terutama
pada abad pertengahan dimana orang merasa "perjumpaan" mereka dengan
peri adalah suatu kesialan. Keberadaan para peri di masa itu dipercaya membawa
kemalangan, seperti nyasar, kehilangan barang, penyakit, dan kematian. Bahkan C.S.
Lewis, pengarang serial dongeng Narnia, pernah mengatakan, orang-orang
dulu lebih takut pada sebuah rumah yang ditempati peri dibanding rumah yang
dihuni oleh hantu.
Setelah abad pertengahan berlalu, di negara-negara Celtics
(Inggris, Skotlandia, Irlandia, dan Jerman) peri dianggap makhluk masa lalu
yang sudah punah, walau nggak sedikit yang percaya kalai peri masih ada. Jadi,
ketika pada abad ke-18 peri semakin jarang terlihat, muncullah anggapan kalau
semakin sedikin orang yang percaya, maka peri akan semakin punah.
Memang belum ada bukti jelas bahwa anggapan itu benar, tapi
yang pasti pada abad ke-20 masyarakat dibuat heboh karena
"penampakan" kembali makhluk ini. Di tahun 1920 Sir Arthur Conan
Doyle, penulis seri Sherlock Holmes mempublikasikan foto yang dikenal
dengan nama "Fairies of Cottingley Glen" dalam majalah The Strands.
Foto tadi diambil oleh Frances Griffiths (15 tahun) dan Elsie Wright (10
tahun) pada tahun 1917. Dalam foto itu mereka sedang bermain dengan para peri
yang sedang berjemur di halaman. Peri di foto-foto itu berbentuk manusia kecil,
bersayap besar, menggunakan gaun yang melambai dan berambut indah.
Harold Snelling, peneliti yang ahli di bidang foto palsu
mengatakan, objek yang ada dalam foto Fairies of Cottingley Glen tersebut
tidak terbuat dari kertas atau bahan apapun, juga tidak ditambahkan belakangan.
Bahkan objek peri dalam foto itu adalah benda yang benar-benar bergerak. Sir
Arthur juga membantah kemungkinan kalau foto itu palsu, ia benar-benar percaya
foto itu adalah foto peri.
Frances Griffiths sendiri, sampai saat kematiannya
bersikeras kalau mereka benar-benar melihat peri, dan semua foto yang berjumlah
lima lembar itu adalah asli. Selain foto tadi, nggak ada bukti lain kalau peri
benar-benar ada, tapi belum ada juga yang berhasil membuktikan sebaliknya.
Jadi, apakah Anda percaya akan keberadaan peri?
Subscribe to:
Post Comments
(Atom)
BLOG ARCHIVE
-
▼
2014
(51)
-
▼
January
(17)
- PENGARUH JEJARING SOSIAL DALAM MASYARAKAT.
- Peduli untuk Berbagi
- Semua Tentang Ibu
- Peri Oh Peri
- 5 Wanita Super dan Karyanya
- Kisah Seorang Pencuri
- Apa Arti Seorang Kekasih?
- Hal Kecil untuk Jiwa yang Besar
- Sang Pengagum
- Melawan Angin
- Manfaat Ampas Teh bagi Rumah Tangga
- Rahasia Ampas Teh bagi Kecantikan
- Bahaya "Music Player" bagi Pendengaran
- Gunung-Gunung yang Penuh Misteri
- ALKOHOL = NARKOBA ?
- Misteri Dibalik Segitiga Bermuda
- KETIKA ALAM BERMAIN MUSIK
-
▼
January
(17)
CLOCK
MY PROFILE
Powered by Blogger.
0 comments:
Post a Comment