Blinking Cartoony Heart Girly Doll
Saturday 27 April 2013
1. PENGERTIAN DAN FUNGSI BUDAYA ORGANISASI
Manusia adalah makhluk yang berbudaya, setiap aktifitasnya mencerminkan sistem kebudayaan yang berintegrasi dengan dirinya, baik cara berpikir, memandang sebuah permasalahan. Pengambilan keputusan dan lain sebagainya.
Definisi Budaya Organisasi
Budaya organisasi adalah faktor yang menentukan karakteristik suatu organisasi. Kajian budaya organisasi memiliki nilai signifikan dalam meneliti kinerja sebuah organisasi. Kajian budaya organisasi menunjukkan bagaimana suatu budaya berkembang di dalam organisasi, terinternalisasi di dalam perilaku para anggota organisasi, dan memiliki hubungan dengan kinerja keseluruhan organisasi termaksud. Budaya organisasi satu dengan organisasi lain relatif berbeda, bergantung pada karakteristik organisasi perusahaan. Dalam hal ini, organisasi profit memiliki perbedaan budaya dengan organisasi non-profit atau, organisasi pemerintah berbeda budayanya dengan organisasi swasta.

Budaya Organisasi Menurut Para Ahli
  • Robbin (1996) menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan perekat sosial yang mengikat anggota-anggota organisasi secara bersama-sama melalui nilai-nilai bersama, norma-norma standar yang jelas tentang apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan dan dikatakan oleh anggotanya.
  • Gibson (1997 : 372) mendefinisikan budaya organisasi sebagai sistem yang menembus nilai-nilai, keyakinan, dan norma yang ada disetiap organisasi. Kultur organisasi dapat mendorong atau menurunkan efektifitas tergantung dari sifat nilai-nilai, keyakinan dan norma-norma yang dianut.
  • Walter R. Freytag mendefinikan budaya organisasi sebagai  asumsi-asumsi dan nilai-nilai yang disadari atau tidak disadari yang mampu mengikat kepaduan suatu organisasi. Asumsi dan nilai tersebut menentukan pola perilaku para anggota di dalam organisasi.
  • Definisi lain, dan ini merupakan definisi dari seorang perintis teori budaya organisasi, diajukan oleh Edgar H. Schein. Schein menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan sebuah pola asumsi-asumsi dasar yang bersifat valid dan bekerja di dalam organisasi. Serangkaian asumsi dasar dapat dipelajari oleh para anggota organisasi. Budaya organisasi mampu bertindak sebagai pemberi solusi atas masalah organisasi, berperan selaku adaptor terhadap faktor-faktor yang berkembang di luar organisasi, serta dalam melakukan integrasi internalnya dari para anggotanya. 
  • Definisi yang lebih rinci mengenai budaya organisasi diberikan oleh Matt Alvesson, bahwa saat bicara mengenai budaya organisasi. Bagi Alvesson, pembicaraan mengenai budaya organisasi sulit dilepaskan dari pembicaraan mengenai pentingnya simbolisme bagi manusia, serta peristiwa, gagasan, dan pengalaman yang dialami serta dibentuk oleh kelompok di mana seseorang beraktivitas. Dalam analogi dengan kajian sosiologi, anggota organisasi berposisi sebagai individu sementara organisasi berposisi sebagai masyarakat. Organisasi membentuk anggota organisasi agar menyesuaikan diri terhadap budaya yang berkembang di dalam organisasi sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam organisasi tersebut. 
  • Majken Schultz menyatakan bahwa konsep budaya organisasi merupakan antithesis dari pendekatan-pendekatan organisasi yang bersifat rasionalistik dan mekanistik. Menurut Schultz, ukuran-ukuran seperti keyakinan, nilai, dan makna bukanlah suatu ukuran yang bersifat manifest melainkan laten. Ukuran-ukuran tersebut bersifat kualitatif dan relatif sehingga penelitian budaya suatu organisasi bukanlah hal yang mudah. Masih menurut Schultz, konsep-konsep sebelumnya yang bersifat rasionalitik dan mekanistik cenderung memperlakukan anggota organisasi sebagai alat yang efektif dalam pencapaian tujuan organisasi ataupun sekadar mengkalkulasi perilaku organisasi berdasarkan struktur formal organisasi.  Sebaliknya, budaya organisasi lebih menekankan pada kerangka mendasar dalam mana orang diperlakukan sebagaimana adanya dalam konteks kegiatan pekerjaan dan sosial mereka.
  • Dalam kajiannya, Joann Keyton turut menyumbangkan definisi budaya organisasi. Bagi Keyton, artifak, nilai dan asumsi dalam suatu organisasasi merupakan unsur yang tumbuh dari interaksi para anggota organisasi. Faktor manusia menjadi sedemikian penting dalam kajian-kajian mengenai budaya organisasi ini. 
  • Budaya organisasi bukan merupakan konsep yang mudah diukur. Kim S. Cameron dan Robert E. Quinn bahkan berargumentasi bahwa kurangnya daya tarik budaya organisasi sebagai bahan penelitian adalah akibat sifatnya yang terlampau menekankan pada asumsi, harapan, ingatan kolektif, termasuk apa yang “orang bawa di dalam benak mereka”. Sifat subyektif dari budaya organisasi ini merupakan aspek yang membuatnya kerap sulit diukur. 
  • Definisi lain dari budaya organisasi diajukan oleh Geert H. Hofstede dalam kajiannya mengenai budaya organisasi di sejumlah negara. Hofstede mendefinisikan bahwa budaya organisasi merupakan pemrograman pikiran yang bersifat kolektif, dalam mana budaya organisasi ini membedakan anggota (manusia) di satu organisasi dengan organisasi lainnya. Berdasarkan pernyataan Hofstede ini, setiap organisasi pasti mengembang budaya yang berbeda-beda.  
Dari beberapa definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian budaya organisasi adalah seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai dan norma yang dikembangkan dalam organisasi yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal. Dengan demikian, budaya organisasi dapat memberikan nilai-nilai dan norma bagi karyawan dalam prinsip opersional organisasi.
Hingga titik ini, definisi dari budaya organisasi telah cukup jelas, dalam mana keseluruhannya rata-rata menekankan pada konsep “nilai, norma, asumsi, yang berlaku di dalam suatu organisasi yang mengatur perilaku individu dalam berpikir ataupun merasa di dalam organisasi dalam rangka beradaptasi dengan lingkungan eksternal maupun membangun integrasi internal, dalam mana nilai, norma, dan asumsi tersebut akan disosialisasi dan diinternalisasi kepada anggota-anggota baru organisasi”.  Untuk itu, perlu dilakukan suatu kajian literatur guna mengkaji sistem pelapisan konsep yang inheren di dalam budaya organisasi. 

2. TIPOLOGI BUDAYA ORGANISASI
Beranjak dari aneka definisi, lapisan, dan perspektif dalam memandang budaya organisasi, maka muncul aneka ragam tipologi budaya organisasi. Tujuan tipologi ini menunjukkan aneka budaya organisasi yang mungkin ada di realitas. Kajian mengenai tipologi budaya organisasi ini sangat bervariasi.
Tipologi budaya organisasi dapat diturunkan dari tipologi organisasi. Amitai Etzioni membagi tipe organisasi dengan membuat tabulasi silang antara jenis kekuasaan dengan jenis keterlibatan individu di dalam organisasi. Jenis kekuasaan ia bagi menjadi Koersif, Remuneratif, dan Normatif sementara jenis keterlibatan ia bagi menjadi Alienatif, Kalkulatif, dan Moral. Tabel dari tabulasi silang tersebut sebagai berikut:
Tabel 5 Jenis Kekuasaan dan Keterlibatan Individu versi Etzioni
JENIS KEKUASAAN
JENIS KETERLIBATAN
Alienatif
Kalkulatif
Moral
Koersif
1
2
3
Remuneratif
4
5
6
Normatif
7
8
9
  • Jenis Kekuasaan Koersif adalah kuasa dalam organisasi yang muncul dari penghukuman fisik atau ancaman penghukuman fisik. 
  • Jenis Kekuasaan Remuneratif muncul dari kendali atas sumber daya dan reward material. Jenis Kekuasaan Normatif muncul dari distribusi dan manajemen reward serta penalti simbolik.
  • Keterlibatan. Adalah kecenderungan evaluatif dan emosional dari para aktor terhadap suatu tindakan.
    • Alienatif adalah keterlibatan yang sangat tidak disetujui. 
    • Kalkulatif adalah keterlibatan yang lemah baik itu setuju atau tidak setuju. 
    • Moral adalah keterlibatan yang sangat disetujui.
Etzioni yakin bahwa cenderung akan ada perimbangan antara keterlibatan dan power dalam suatu organisasi sehingga pola budaya suatu organisasi adalah persilangan antara kedua konsep tersebut. Menurut Etzioni, tipe kombinasi yang paling sering muncul dalam realitas organisasi adalah Koersif-Alienatif, Remuneratif-Kalkulatif, dan Normatif-Moral yang pada tabel di atas ada dalam domain 1, 5, dan 9. 
Etzioni melanjutkan bahwa ketiga domain tersebut merupakan tipe organisasi yang paling efektif. Dari hasil tabulasi silangnya, Etzioni kemudian mengajukan tipologi organisasinya yaitu : 
  1. Organisasi Koersif adalah organisasi di mana para anggotanya terperangkap dalam alasan fisik dan ekonomi sehingga harus mematuhi apapun peraturan yang ditimpakan oleh otoritas.
  2. Organisasi Utilitiarian adalah organisasi di mana para anggota dimungkinkan untuk bekerja yang adil untuk hasil yang adil pulaserta adanya kecenderungan untuk mematuhi beberapa aturan yang esensial di samping para pekerja menyusun norma dan aturan yang melindungi diri mereka sendiri. 
  3. Organisasi Normatif adalah organisasi di mana para individunya memberi kontribusi pada komitmen karena menganggap organisasi adalah sama dengan tujuan diri mereka sendiri. 
Tipologi Etzioni memungkinkan peneliti membedakan antara organisasi bisnis yang cenderung utilitarian, organisasi koersif seperti penjara dan rumah sakit jiwa, ataupun organisasi normatif seperti sekolah, rumah sakit dan lembaga-lembaga nirlaba. 
Tipologi lainnya diajukan oleh Rob Goffee and Gareth Jones yang membagi tipologi budaya organisasi ke dalam 4 kuadran yaitu : 

  1. Networked, 
  2. Fragmented, 
  3. Mercenary, dan 
  4. Communal
Rincian kuadran tipologi Budaya Organisasi Goffee and Jones sebagai berikut:
Gambar 8 Kuadran Tipologi Budaya Organisasi versi Goffee and Jones
Tipologi Goffee and Jones didasarkan pada 2 konsep yaitu:
  • Solidaritas adalah kecenderungan untuk saling dukung sementara 
  • Sosiabilitas adalah kecenderungan untuk berhubungan satu dengan lainnya. Dalam kajiannya, tipologi Goffee and Jones diukur lewat kuesioner yang terdiri atas 23 pertanyaan. 
Fragmented adalah tipe budaya organisasi yang rendah baik dimensi sosiabilitas maupun solidaritasnya. Mercenary adalah tipe budaya organisasi dengan solidaritas tinggi, sementara sosiabilitas rendah. Communal adalah tipe budaya organisasi dengan sosiabilitas tinggi, sementara solidaritas rendah. Akhirnya, Networked adalah tipe budaya organisasi dengan sosiabilitas dan solidaritas tinggi. 
Tipologi Goffee and Jones cukup bermanfaat dalam mendiagnosis sejumlah elemen dalam suatu budaya organisasi kendati kekurangan dua dimensi pokok dalam budaya organisasi: 
  • hubungan antara organisasi dengan lingkungan eksternal dan 
  • batasan fungsi manajemen. 
Tipologi budaya organisasi lainnya dibuat oleh dua peneliti Kim S. Cameron and Robert E. Quinn. Keduanya membagi tipologi organisasi ke dalam 4 kuadran yaitu : 
  1. Klan; 
  2. Hirarki; 
  3. Adokrasi; dan 
  4. Market-Oriented. 
Kuadran dari tipologi Cameron and Quinn sebagai berikut: 
Gambar 9 Kuadran Tipologi Budaya Organisasi versi Cameron and Quinn

Cameron and Quinn berbeda dengan Goffee and Jones karena menyertakan kalkulasi masalah eksternal organisasi. Tipologi ini dibangun lewat kerangka nilai-nilai yang berkembang di dalam budaya suatu organisasi dan sebab itu disebut pula sebagai “Competing Value Model”. Cameron and Jones telah mengembangkan alat ukur khusus untuk mengukur tipologi di atas dan terkenal dengan sebutan OCAI (Organizational Culture Assessment Instrument)

Alat ukur OCAI tersebut terdiri dari 24 item pertanyaan dengan 6 indikator, yakni: 
  1. Karakteristik-karakteristik dominan organisasi;
  2. Kepemimpinan organisasi;
  3. Manajemen pegawai;
  4. Perekat organisasi;
  5. Titik tekan strategis; dan
  6. Kriteria keberhasilan organisasi.
Berdasarkan kombinasi atas keenam indikator organisasi tersebut, Cameron and Quinn membuat empat tipologi budaya organisasinya.
  1. Klan adalah budaya organisasi yang merupakan tempat paling ramah dan bersahabat untuk bekerja. Para anggota organisasi saling berbagi kehidupan antar sesamanya. Ia mirip dengan keluarga di luar rumah. Pemimpin, atau kepala organisasi, dipandang selaku mentor dan mungkin juga figur orang tua. Organisasi terbangun atas loyalitas dan tradisi. Komitmen para anggota terhadap organisasi cukup tinggi. Di samping itu, organisasi menekankan pada keuntungan jangka panjang dari pembangunan sumber daya manusia dan sangat memperhatikan kohesi organisasi dan moral. Kesuksesan didefinisikan dalam pengertian sensitivitas pada penikmat jasa dan perhatian pada orang lain.  Organisasi Klan menempatkan kerja tim, keterlibatan anggota, dan konsensus pada prioritas tertinggi.
  2. Adokrasi merupakan tempat bekerja yang dinamis, kewirausahawanan, dan kreatif. Para anggota bersikap waspada dan bersedia mengambil resiko. Pemimpin dianggap selaku inovator dan pengambil resiko. Organisasi direkatkan oleh komitmen atas inovasi dan eksperimentasi. Penekanan Adokrasi adalah membawa organisasi menjadi perintis atau pionir. Penekanan jangka panjang organisasi adalah pada perkembangan dan pencarian sumber-sumber daya baru. Kesuksesan diartikan sebagai pencapaian keunikan jasa dan produk-produk baru. Sebab itu, selalu menjadi pemimpin dalam produksi atau pelayanan adalah nilai terpenting bagi organisasi yang memiliki budaya Adokrasi.  Organisasi juga menghendaki inisiatif dan kebebasan individual. 
  3. Market juga disebut organisasi yang berorientasi hasil, dimana concern utamanya adalah bagaimana pekerjaan dituntaskan. Para anggota cenderung kompetitif dan berorientasi tujuan. Pemimpin adalah pengarah yang ketat, produser, sekaligus kompetitor. Reputasi dan kesuksesan adalah concern-nya. Fokusnya pada  jangka panjang adalah pemenuhan tujuan serta tindakan kompetitif yang terukur. 
  4. Hirarki adalah organisasi yang bersifat formal dan terstruktur. Prosedur-prosedur adalah pengatur yang utama seputar apa yang orang harus lakukan. Pemimpin bangga jika diri mereka mampu menjadi organisator dan koordinator yang baik, dengan kecenderungan pada efisiensi. Bagaimana organisasi berjalan lancar adalah sesuatu yang kritis bagi Hirarki. Aturan-aturan serta kebijakan-kebijakan formal yang membuat ikatan dalam organisasi. Fokus jangka panjang adalah pada stabilitas dan kinerja yang efisien dan kelancaran operasi. Kesuksesan didefinisikan dalam istilah penjadualan yang lancar, biaya rendah, dan pengantaran yang teratur. Manajemen pekerja concern pada keamanan pekerjaan.
Selanjutnya, Luthans (1992) memaparkan karakteristik budaya organisasi sebagai berikut:
  1. Peraturan-peraturan perilaku yang harus dipenuhi 
  2. Norma-norma 
  3. Nilai-nilai yang dominan 
  4. Filosofi 
  5. Aturan-aturan 
  6. Iklim organisasi.
Semua karakteristik budaya organisasi tersebut tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya, dalam arti bahwa unsur-unsur tersebut mencerminkan budaya yang berlaku dalam suatu jenis organisasi, baik yang berorientasi pada pelayanan jasa maupun organisasi yang menghasilkan produk barang.
Robbins (1990) mengemukakan 10 karakteristik budaya organisasi, yaitu:
  1. Inisiatif individu 
  2. Toleransi terhadap risiko 
  3. Pengarahan 
  4. Integrasi 
  5. Dukungan manajemen 
  6. Pengawasan 
  7. Identitas 
  8. Sistem penghargaan 
  9. Toleransi terhadap konflik 
  10. Pola komunikasi.
Inisiatif individual adalah seberapa jauh inisiatif seseorang dikehendaki dalam perusahaan. Hal ini meliputi tanggung jawab, kebebasan dan independensi dari masing-masing anggota organisasi, dalam artian seberapa besar seseorang diberi wewenang dalam melaksanakan tugasnya, seberapa berat tanggung jawab yang harus dipikul sesuai dengan kewenangannya dan seberapa luas kebebasan mengambil keputusan.
Toleransi terhadap risiko, menggambarkan seberapa jauh sumber daya manusia didorong untuk lebih agresif, inovatif dan mau menghadapi risiko dalam pekerjaannya. Pengarahan, hal ini berkenaan dengan kejelasan sebuah organisasi dalam menentukan objek dan harapan terhadap sumber daya manusia terhadap hasil kerjanya. Harapan tersebut dapat dituangkan dalam bentuk kuantitas, kualitas dan waktu.
Integrasi adalah seberapa jauh keterkaitan dan kerja sama yang ditekankan dalam melaksanakan tugas dari masing-masing unit di dalam suatu organisasi dengan koordinasi yang baik. Dukungan manajemen, dalam hal ini seberapa jauh para manajer memberikan komunikasi yang jelas, bantuan, dan dukungan terhadap bawahannya dalam melaksanakan tugasnya.
Pengawasan, meliputi peraturan-peraturan dan supervisi langsung yang digunakan untuk melihat secara keseluruhan dari perilaku karyawan. Identitas, menggambarkan pemahaman anggota organisasi yang loyal kepada organisasi secara penuh dan seberapa jauh loyalitas karyawan tersebut terhadap organisasi.
Sistem penghargaan pun akan dilihat dalam budaya organisasi, dalam arti pengalokasian “reward” (kenaikan gaji, promosi) berdasarkan kriteria hasil kerja karyawan yang telah ditentukan. Toleransi terhadap konflik, menggambarkan sejauhmana usaha untuk mendorong karyawan agar bersikap kritis terhadap konflik yang terjadi. Karakteristik yang terakhir adalah pola komunikasi, yang terbatas pada hierarki formal dari setiap perusahaan.

3. KREATIVITAS INDIVIDU DAN TEAM PROSES INOVASI
Kreativitas dengan inovasi itu berbeda. Kreativitas  merupakan pikiran untuk menciptakan sesuatu yang baru,  sedangkan  inovasi adalah  melakukan  sesuatu yang baru. Hubungan  keduanya  jelas. Inovasi merupakan aplikasi praktis dari kreativitas. Dengan  kata lain, kreativitas bisa merupakan variabel bebas, sedangkan inovasi adalah variabel tak bebas. Dalam praktek bisnis sehari-hari, ada perencanaan yang meliputi  strategi,  taktik, dan eksekusi. Dalam  pitching  konsultansi atau agency, sering terdengar keluhan bahwa secara konseptual apa yang  disodorkan agency bagus, tetapi strategi itu tak  berdampak pada  perusahaan  karena  mandek di  tingkat  eksekusi.  Mengapa? Sebab, strategi bisa ditentukan oleh seseorang, tetapi  eksekusinya  harus  melibatkan  banyak orang, mulai  dari  atasan  hingga bawahan. Di sinilah mulai ada gesekan antarkaryawan, beda persepsi hingga ke sikap penentangan. 
Itu sebabnya, tak ada perusahaan yang mampu berinovasi  secara konsisten  tanpa dukungan karyawan yang bisa memenuhi tuntutan persaingan. Hasil pengamatan kami menunjukkan, perusahaan-perusahaan inovator sangat memperhatikan masalah pelatihan karyawan, pemberdayaan, dan juga sistem reward untuk meng-create daya pegas inovasi. Benih-benih inovasi akan tumbuh baik pada perusahaan-perusahaan  yang selalu menstimulasi karyawan, dan mendorong ke arah ide-ide bagus. Melalui program pelatihan, sistem reward, dan komunikasi,  perusahaan terus berusaha untuk  mendemokratisasikan inovasi.
Referensi:

0 comments:

UNIVERSITAS GUNADARMA

CLOCK

Cute Rocking Baby Monkey

MY PROFILE

Powered by Blogger.

CALENDAR