Saturday, 8 March 2014
I. PENGERTIAN PENALARAN
Menurut Wikipedia,
penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari hasil pengamatan indera
(pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian.
Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi
yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap
benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak
diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan
disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan
konklusi (consequence). Hubungan antara premis dan konklusi disebut
konsekuensi. Jika sebagian proposisi yang diketahui atau dianggap benar,
maka orang akan menyimpulkan sebuah proposisi baru yang belum diketahui
sebelumnya.
Definisi penalaran menurut para ahli:
- Keraf (1985: 5) berpendapat bahwa penalaran adalah suatu proses berpikir dengan menghubung-hubungkan bukti, fakta, petunjuk atau eviden, menuju kepada suatu kesimpulan.
- Bakry (1986: 1) menyatakan bahwa penalaran atau reasoning merupakan suatu konsep yang paling umum menunjuk pada salah satu proses pemikiran untuk sampai pada suatu kesimpulan sebagai pernyataan baru dari beberapa pernyataan lain yang telah diketahui.
- Suriasumantri (2001: 42) mengemukakan secara singkat bahwa penalaran adalah suatu aktivitas berpikir dalam pengambilan suatu simpulan yang berupa pengetahuan.
Metode Dalam Menalar :
A. METODE INDUKTIF
Paragraf Induktif adalah paragraf yang diawali dengan
menjelaskan permasalahan-permasalahan khusus (mengandung pembuktian dan
contoh-contoh fakta) yang diakhiri dengan kesimpulan yang berupa pernyataan
umum. Paragraf induktif sendiri dikembangkan menjadi beberapa jenis.
Pengembangan tersebut yakni paragraf generalisasi, paragraf analogi,
paragraf sebab akibat bisa juga akibat sebab.
Contoh paragraf induktif:
Pada saat ini remaja lebih menukai tari-tarian dari barat
seperti brigdens, shafel muter, salsa (dan Kripton), free dance dan lain sebagainya. Begitupula dengan jenis musik umumnya mereka
menyukai rock, blues, jazz, maupun reff tarian dan kesenian tradisional
mulai ditinggalkan dan beralih mengikuti tren barat. Penerimaan terhadap bahaya
luar yang masuk tidak disertai dengan pelestarian budaya sendiri. Kesenian dan
budaya luar perlahan-lahan menggeser kesenian dan budaya tradisional.
Contoh generalisasi:
Jika ada udara, manusia akan hidup.
Jika ada udara, hewan akan hidup.
Jika ada udara, tumbuhan akan hidup.
Kesimpulan: Jika ada udara mahkluk hidup akan hidup.
B. METODE DEDUKTIF
Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang
menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam
bagian-bagiannya yang khusus.
Contoh:
Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan
adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus)
dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi
sosial dan penanda status sosial.
Syarat-Syarat Kebenaran dalam Penalaran
Jika seseorang melakukan penalaran, maksudnya tentu adalah untuk
menemukan kebenaran. Kebenaran dapat dicapai jika syarat – syarat dalam
menalar dapat dipenuhi.
- Suatu penalaran bertolak dari pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang akan sesuatu yang memang benar atau sesuatu yang memang salah.
- Dalam penalaran, pengetahuan yang dijadikan dasar konklusi adalah premis. Jadi semua premis harus benar. Benar di sini harus meliputi sesuatu yang benar secara formal maupun material. Formal berarti penalaran memiliki bentuk yang tepat, diturunkan dari aturan – aturan berpikir yang tepat sedangkan material berarti isi atau bahan yang dijadikan sebagai premis tepat.
II. PROPOSISI
Proposisi adalah ekspresi verbal dari putusan yang berisi pengakuan atau pengingkaran suatu (predikat) terhadap sesuatu yang lain (subyek) yang dapat dinilai benar atau salah. Dengan kata lain, proposisi adalah pernyataan yang lengkap dalam bentuk subjek-predikat atau term-term yang membentuk kalimat. Proposisi berbentuk kalimat berita netral. Kalimat tanya, kalimat perintah, kalimat harapan, dan kalimat inverse (kalimat yang predikatnya mendahului subjek) tidak disebut proposisi. Hanya kalimat berita yang netral yang dapat disebut proposisi. Tetapi kalimat-kalimat itu dapat dijadikan proposisi apabila diubah bentuknya menjadi kalimat berita yang netral. Fakta atau data yang akan dinalar itu boleh benar dan boleh tidak benar. Kalimat pernyataan yang dapat dipergunakan sebagai data itu disebut proposisi.
Proposisi adalah apa yang dihasilkan dengan mengucapkan
suatu kalimat. Dengan kata lain, hal ini merupakan arti dari kalimat itu, dan
bukan kalimat itu sendiri. Kalimat yg berbeda dapat mengekspresikan proposisi
yang sama, jika artinya sama. Proposisi disebut sebagai “tempat kebenaran”
bukan bahwa proposisi itu selalu benar, melainkan karena hubungan yang diakui
atau diingkarinya itu dapat diuji dengan kenyataan, dan hasilnya pun dapat
benar dan dapat salah.
Rumus ketentuannya :
Q + S + K + P
Keterangan :
Q : Pembilang / Jumlah
(ex: sebuah, sesuatu, beberapa, semua, sebagian, salah satu, bilangan satu s.d.
tak terhingga)
Q boleh tidak ditulis, jika S (subjek) merupakan nama dan subjek yang pembilang
nya sudah jelas berapa jumlahnya :
- Nama (Pram, Endah, Ken, Missell, dll)\
- Singkatan (PBB, IMF, NATO, RCTI, ITC, NASA, dll)
- Institusi (DPRD, Presiden RI, Menteri Keuangan RI, Trans TV, Bank Mega, Alfamart, Sampurna,Garuda Airways, dll)
S : Subjek adalah sebuah kata atau rangkaian beberapa kata untuk diterangkan
atau kalimat yang dapat berdiri sendiri (tidak menggantung).
K : Kopula, ada 5 macam : Adalah, ialah, yaitu, itu, merupakan.
P : Kata benda (tidak boleh kata sifat, kata keterangan, kata kerja).
III. INFERENSI & IMPLIKASI
INFERENSI
Inferensi adalah menarik kesimpulan yang diturunkan dari apa yang ada atau dari
fakta-fakta yang ada. Inferensi
adalah konklusi logis atau implikasi berdasarkan informasi yang tersedia. Merupakan
suatu proses untuk menghasilkan informasi dari fakta yang diketahui.
Inferensi adalah konklusi logis atau implikasi berdasarkan
informasi yang tersedia.
Dalam sistem pakar, proses inferensi
dilakukan dalam suatu modul yang disebut inference engine.
Ketika representasi pengetahuan pada bagian knowledge base telah
lengkap, atau paling tidak telah berada pada level yang cukup akurat,
maka representasi pengetahuan tersebut telah siap digunakan.
Inferensi adalah
membuat simpulan berdasarkan ungkapan dan konteks penggunaannya. Dalam membuat
inferensi perlu dipertimbangkan implikatur. Implikatur adalah makna tidak
langsung atau makna tersirat yang ditimbulkan oleh apa yang terkatakan
(eksplikatur).
Inferensi Langsung
Inferensi yang
kesimpulannya ditarik dari hanya satu premis (proposisi yang digunakan untuk
penarikan kesimpulan). Konklusi yang ditarik tidak boleh lebih luas dari
premisnya.
Contoh I:
Bu, besok temanku
berulang tahun. Saya diundang makan malam. Tapi saya tidak punya baju baru,
kadonya lagi belum ada”.
Maka inferensi dari
ungkapan tersebut: bahwa tidak bisa pergi ke ulang tahun temanya.
Contoh II:
Pohon yang di tanam
pak Budi setahun lalu hidup.
Dari premis tersebut
dapat kita lansung menari kesimpulan (inferensi) bahwa: pohon yang ditanam pak
budi setahun yang lalu tidak mati.
Inferensi Tak Langsung
Inferensi yang
kesimpulannya ditarik dari dua/lebih premis. Proses akal budi membentuk
sebuah proposisi baru atas dasar penggabungan proposisi-preposisi lama.
Contoh:
A : Anak-anak begitu
gembira ketika ibu memberikan bekal makanan.
B : Sayang gudegnya
agak sedikit saya bawa.
Inferensi yang
menjembatani kedua ujaran tersebut misalnya (C) berikut ini.
C : Bekal yang dibawa ibu lauknya gudek komplit.
Contoh yang lain;
A : Saya melihat ke dalam kamar itu.
B : Plafonnya sangat tinggi.
Sebagai missing link diberikan inferensi, misalnya:
C: Kamar itu memiliki plafon.
B. IMPLIKASI
Implikasi adalah rangkuman, yaitu sesuatu yang dianggap karena sudah dirangkum
dalam fakta atau evidensi itu sendiri. Atau berarti akibat, seandainya
dikaitkan dengan konteks bahasa hukum, misalnya implikasi hukumnya, berarti
akibat hukum yang akan terjadi berdasarkan suatu peristiwa hukum yang
terjadi. Bahasa hukum sebenarnya tidak rumit, prinsipnya bahasa hukum masih
mengikuti kaidah EYD, bahasa Indonesia baku. Tetapi, untuk konteks tertentu,
ada hal-hal yang tidak bisa mempergunakan bahasa Indonesia baku.
IV. WUJUD EVIDENSI
Pada hakikatnya evidensi adalah semua yang ada semua kesaksian,semua informasi,atau autoritas yang dihubungkan untuk membuktikan suatu kebenaran, fakta dalam kedudukan sebagai evidensi tidak boleh dicampur adukan dengan apa yang di kenal sebagai pernyataan atau penegasan. Dalam wujud yang paling rendah. Evidensi itu berbentuk data atau informasi. Yang di maksud dengan data atau informasi adlah bahan keterangan yang di peroleh dari suatu sumber tertentu.
Pada hakikatnya evidensi adalah semua yang ada semua kesaksian,semua informasi,atau autoritas yang dihubungkan untuk membuktikan suatu kebenaran, fakta dalam kedudukan sebagai evidensi tidak boleh dicampur adukan dengan apa yang di kenal sebagai pernyataan atau penegasan. Dalam wujud yang paling rendah. Evidensi itu berbentuk data atau informasi. Yang di maksud dengan data atau informasi adlah bahan keterangan yang di peroleh dari suatu sumber tertentu.
V. CARA MENGUJI DATA
Data dan informasi yang digunakan dalam penalaran harus
merupakan fakta. Oleh karena itu perlu diadakan pengujian melalui cara-cara
tertentu sehingga bahan-bahan yang merupakan fakta itu siap digunakan sebagai
evidensi.
Dibawah ini beberapa cara yang dapat digunakan untuk pengujian
tersebut :
- Obervasi
Fakta yang diajukan sebagai evidensi mungkin belum memuaskan
seseorang pengarang atau penulis. Untuk lebih meyakinkan dirinya sendiri dan
sekaligus dapat mengunakan sebaik – baiknya dalam usaha meyakinkan para
pembaca, maka kadang – kadang pengarang merasa perlu untuk mengadakan
peninjauan atau obervasi singkat untuk mengecek data atau informasi itu.
- Kesaksian
Keharusan menguji data dan informasi, tidak harus selalu
dilakuan dengan obervasi. Kadang sangat sulit untuk mengaharuskan seorang
mengadakan obervasi atas obyek yang akan dibicarakan.
- Autoritas
Cara ketiga untuk menguji fakta dalam usaha menyusun
evidensi adalah meminta pendapat dari suatu otoritas, yakin dari pendapat
seorang ahli, atau mereka yang menyelidiki fakta dengan cermat, memperhatikan
semua kesaksian,menilai semua fakta kemudian memberikan pendapat mereka sesuai
dengan keahlian mereka dalam bidang itu.
VI. CARA MENGUJI FAKTA
Untuk menetapkan apakah data atau informasi yang kita
peroleh itu merupakan fakta, maka harus diadakan penilaian. Penilaian tersebut
baru merupakan penilaian tingkat pertama untuk mendapatkan keyakitan bahwa
semua bahan itu adalah fakta, sesudah itu pengarang atau penulis harus
mengadakan penilaian tingkat kedua yaitu dari semua fakta tersebut dapat
digunakan sehingga benar-benar memperkuat kesimpulan yang akan diambil.
- Konsistensi
Dasar pertama yang dipakai untuk mengatakan fakta mana yang
akan dipakai sebagai evidensi adalah konsistenan.
- Koharensi
Dasar kedua yang bisa dipakai untuk mungji fakta yang dapat
diperguanakan sebagai evidenis adalah masalah koharensi. Semua fakta
yang akan digunakan sebagai evidensi harus pula khoren dengan pengalam manusia,
atau sesuai dengan pandangan atau sikap yang berlaku.
VII. CARA MENGUJI AUTORITAS
Seorang penulis yang objektif selalu menghidari semua
desas-desus atau kesaksian dari tangan kedua. Penulis yang baik akan membedakan
pula apa yang hanya merupakan pendapat saja atau pendapat yang sungguh-sungguh
didasarkan atas penelitian atau data eksperimental. Demikian pula sikap seorang penulis menghadapi pendapat
autoritas. Ada kemungkinan bahwa suatu autoritas dapat melakukan suatu
kesalahan-kesalahan.
Untuk menilai suatu otoritas, penulis dapat memilih
beberapa pokok berikut :
- Tidak Mengandung Prasangka
Dasar pertama yang perlu diketahui oleh penulis adalah
pendapat autoritas sama sekali tidak boleh mengandung prasangka. Yang tidak
mengandung prasangka artinya pendapat itu disusun berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan oleh ahli itu sendiri, atau didasarkan pada hasil-hasil
eksperimental yang dilakukannya. Pengertian tidak mengandung prasangka juga
mencakup hal lain, yaitu bahwa autoritas itu tidak boleh memperoleh keuntungan
pribadi dari data-data eksperimentalnya. Bila faktor-faktor itu tidak mempengaruhi
autoritas itu, maka pendapatnya dapat dianggap sebagai suatu pendapat yang
obyektif.
- Pengalaman dan Pendidikan Autoritas
Dasar kedua yang harus diperhitungkan penulis untuk
memperhitungkan penulis untuk menilai pendapat suatu otoritas adalah menyangkut
pengalaman dan pendidikan autoritas. Pendidikan yang diperoleh menjadi jaminan
awal, pendididkan yang diperolehnya harus dikembangkan lebih lanjut dalam
kegiatan-kegiatan sebagai seorang ahli yang diperoleh melalui pendidikan tadi.
Pengalaman-pengalaman yang diperoleh autoritas, penelitian-penelitian yang
dilakukan dan prestasi hasil-hasil penelitian dan hasil pendapatnya akan lebih
memperkokoh kedudukannya, dengan catatan bahwa syarat pertama diatas harus juga
di perhatikan.
- Kemashuran dan Prestise
Faktor ketiga yang harus diperhatikan oleh penulis untuk
menilai autoritas adalah meneliti apakah pernyataan atau pendapat yang akan
dikutip sebagai autoritas itu hanya sekedar bersembunyi dibalik kemasyuran dan
prestise pribadi dibidang lain. Apakah ahli itu menyertakan pendapatnya dengan
fakta-fakta yang meyakinkan.
- Koherensi dengan Kemajuan
Hal keempat yang perlu diperhatikan oleh penulis argumentasi
adalah apakah pendapat yang diberikan autoritas itu sejalan dengan perkembangan
dengan kemajuan jaman, atau koheren dengan pendapat atau sikap terahir dalam
bidang itu. Pengetahuan dan pendapat terahir tidak selalu berarti bahwa
pendapat itulah yang terbaik. Tetapi harus diakui bahwa pendapat-pendapat
terahir dari ahli-ahli dalam bidang yang sama lebih dapat diandalkan, karena
autoritas-autoritas semacam itu memperoleh kesempatan yang paling baik untuk
membandingkan semua pendapat sebelumnya, dengan segala kebaikan dan keburukan
atau kelemahannya, sehingga mereka dapat mencetuskan suatu pendapat yang lebih
baik, yang lebih dapat di pertanggung-jawabkan.
Untuk melihat bahwa penulis sungguh-sungguh siap dengan
persoalan yang tengah diargumentasikan, maka sebaiknya seluruh argumentasi itu
jangan didasarkan hanya pada suatu autoritas. Dengan bersandar pada suatu
autoritas saja, maka hal itu diperlihatkan bahwa penulis karangan telah
benar-benar mempersiapkan diri.
Sumber :
Labels:bahasa indonesia,softskill,tugas
Subscribe to:
Post Comments
(Atom)
0 comments:
Post a Comment