Sunday, 9 March 2014
Oleh: Princess Gladys Ingrid
Kawan, marilah kita berlari
Siapkanlah semangat dan tekad diri
Bersama kita meraih cita dan asa
Walau tak mudah tapi pasti kita bisa
Kawan, marilah kita berlari
Siapkanlah semangat dan tekad diri
Bersama kita meraih cita dan asa
Walau tak mudah tapi pasti kita bisa
Waktu cepat silih berganti
Bersama
mengejar mimpi
Tak
ada kata ‘tuk berhenti
Menuju
pelangi ditengah mentari
Mari
melawan keterbatasan
Walau hanya sedikit kemungkinan
Tak akan menyerah untuk hadapi
Menggapai mimpi-mimpi
Walau hanya sedikit kemungkinan
Tak akan menyerah untuk hadapi
Menggapai mimpi-mimpi
Janganlah kuatir apa yang akan terjadi
Maka
teruslah berusaha dan berdoa
Menantang
hidup dan menggali cita
Hingga
dunia tersenyum bahagia
Labels:artikel,bahasa indonesia,softskill,tugas | 0
comments
I. PENALARAN INDUKTIF
Induksi adalah suatu proses berpikir yang bertolak dari satu
atau sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu kesimpulan (inferensi).
Proses penalaran juga disebut sebagai corak berpikir yang ilmiah. Penalaran
induktif adalah proses penalaran untuk menarik kesimpulan berupa prinsip atau
sikap yang berlaku umum berdasarkan atas fakta-fakta yang bersifat khusus,
prosesnya disebut induksi.
Paragraf induktif dapat diartikan sebagai suatu kalimat yang
memiliki gagasan utama yang terletak di depan sebuah kalimat dan didukung oleh
kalimat penjalasan dalam sebuah paragraf. Metode berpikir induktif adalah metode yang
digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Hukum
yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang
belum diteliti. Generalisasi adalah bentuk dari metode berpikir induktif.
Contoh :
Jika dipanaskan, besi memuai.
Jika dipanaskan, tembaga memuai.
Jika dipanaskan, emas memuai.
Jika dipanaskan, platina memuai.
Kesimpulan
: Jika dipanaskan, logam
memuai.
Jika ada udara, manusia akan hidup.
Jika ada udara, hewan akan hidup.
Jika ada udara, tumbuhan akan hidup.
Kesimpulan : Jika ada udara mahkluk
hidup akan hidup.
Contoh penalaran induktif:
Suatu lembaga kanker di
Amerika melakukan studi tentang hubungan antara kebiasaan merokok dengan
kematian. Antara tanggal 1 Januari dan 31 Mei 1952 terdaftar 187.783 laki-laki
yang berumur antara 50 sampai 69 tahun. Kepada mereka dikemukakan
pertanyaan-pertanyaan tentang kebiasaan merokok mereka pada masa lalu dan masa
sekarang. Selanjutnya, keadaan mereka diikuti terus menerus selama 44 bulan.
Berdasarkan surat kematian dan keterangan medis tentang penyebab kematiaannya,
diperoleh data bahwa diantara 11.870 kematian yang dilaporkan 2.249 disebabkan
kanker.
Dari seluruh jumlah
kematian yang terjadi (baik pada yang merokok maupun tidak) ternyata angka
kematian di kalangan penghisap rokok tetap jauh tinggi dari pada yang tidak
pernah merokok, sedangkan jumlah kematian penghisap pipa dan cerutu tidak
banyak berbeda dengan jumlah kematian yang tidak pernah merokok.
Selanjutnya, dari data yang terkumpul itu
terlihat adanya korelasi positif antara angka kematian dan jumlah rokok yang
dihisap setiap hari . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . .
Dari bukti-bukti yang terkumpul dapat dikemukakan bahwa
asap tembakau memberikan pengaruh yang buruk dan memperpendek umur manusia.
Cara yang paling sederhana untuk menghindari kemungkinan itu adalah dengan tidak
merokok sama sekali. (disaring dari tulisan Roger W. Holmes dalam Mc Crimmon).
Paparan di atas menggambarkan proses penalaran induktif.
Proses itu dilakukan langkah demi langkah sampai pada kesimpulan.
II. MACAM-MACAM VARIASI PENALARAN INDUKTIF
1. GENERALISASI
Generalisasi adalah proses penalaran berdasarkan pengamatan
atas sejumlah gejala dengan sifat-sifat tertentu mengenai semua atau sebagian
dari gejala serupa. Dari sejumlah fakta atau gejala khusus yang diamati ditarik
kesimpulan umum tentang sebagian atau seluruh gejala yang diamati itu. Proses
penarikan kesimpulan yang dilakukan dengan cara itu disebut dengan
generalisasi. Jadi, generalisasi adalah pernyataan yang berlaku umum untuk
semua atau sebagian gejala yang diamati. Karena itu suatu generalisasi mencakup
ciri-ciri esensial atau yang menonjol, bukan rincian. Di dalam pengembangan
karangan, generalisasi perlu ditunjang atau dibuktikan dengan fakta-fakta,
contoh-contoh, data statistik, dan sebagainya yang merupakan spesifikasi atau
ciri khusus sebagai penjelasan lebih lanjut.
Generalisasi bertolak dari sejumlah fenomena individual
untuk menurunkan suatu inferensi yang bersifat umum yang mencakup semua
fenomena tadi. Generalisasi hanya akan mempunyai makna yang penting, bila kesimpulan yang diturunkan dari sejumlah fenomena tadi bukan saja mencakup
semua fenomena itu, tetapi juga harus berlaku pada fenomena-fenomena lain yang
sejenis yang belum diselidiki. Generalisasi dapat dibedakan menjadi generalisasi
yang berbentuk loncatan induktif dan bukan loncatan induktif.
Generalisasi merupakan proses yang biasa dilakukan oleh setiap orang.
Generalisasi pada kebanyakan orang terjadi karena pengalaman, maka jarang
seorang awam memikirkan adanya proses jalan pikiran yang bersifat induktif yang
tercakup di dalamnya. Generalisasi bagi orang awam adalah suatu proses berfikir
yang mendahului penyelidikan atas fenomen-fenomena yang khusus dalam jumlah yang
cukup banyak untuk menuju pada suatu kesimpulan umum mengenai semua hal yang
terlibat. Sebaliknya bagi seorang peneliti generalisasi harus didahului bukan
mendahului penyelidikan atas sejumlah fenomena. Ia harus mengadakan observasi,
penyelidikan dengan penuh kesadaran dan bersikap objektif untuk sampai kepada
sebuah generalisasi.
Pengujian atau Evaluasi Generalisasi :
- Harus diketahui apakah sudah ukup banyak jumlah peristiwa yang diselidiki sebagai dasar generalisasi (ciri kuantitatif).
- Apakah peristiwa merupakan contoh yang baik (ciri kualitatif).
- Memperhitungkan kecualian yang tidak sejalan dengan generalisasi.
- Perumusan generalisasi harus absah.
Contoh I
- Dicky adalah seorang polisi, dia berambut cepak.
- Alfa adalah seorang polisi, dia berambut cepak.
- Generalisasi: Semua polisi berambut cepak.
Contoh 2:
- Tamara Blezynski adalah bintang iklan, dan ia berparas cantik.
- Nia Ramdani adalah bintang iklan, dan ia berparas cantik.
Generalisasi : Semua bintang iklan berparas cantik
Pernyataan "semua bintang iklan berparas
cantik" hanya memiliki kebenaran probabilitas karena belum pernah
diselidiki kebenarannya.
Contoh Kesalahannya : Omas juga bintang iklan, tetapi tidak berparas cantik
Generalisasi dapat dibagi Dua Jenis, yaitu:
A. Generalisasi tanpa loncatan induktif:
Generalisasi tanpa loncatan induktif adalah generalisasi
dimana seluruh fenomena yang menjadi dasar penyimpulan diselidiki dan tidak
mengandung loncatan induktif bila fakta-fakta yang diberikan cukup banyak dan
meyakinkan, sehingga tidak terdapat peluang untuk menyerang kembali.
Sebuah generalisasi tidak mengandung loncatan induktif bila
fakta-fakta yang diberikan cukup banyak dan menyakinkan, sehingga tidak
terdapat peluang untuk menyerang kembali. Perbedaan generalisasi dengan loncatan
induktif dengan tanpa loncatan induktif terletak pada persoalan jumlah fenomena
yang diperlukan.
Contoh: sensus penduduk
B. Generalisasi Dengan Loncatan Induktif
Generalisasi dengan loncatan induktif adalah sebuah
generalisasi yang bersifat loncatan induktif tetap bertolak dari beberapa
fakta, namun fakta yang ada belum mencerminkan seluruh fenomena yang ada. Dalam loncatan induktif suatu fenomena belum mencerminkan
seluruh fakta yang ada. Fakta-fakta tersebut yang digunakan dianggap sudah
mewakili seluruh persoalan yang diajukan. Dengan demikian, loncatan induktif
dapat diartikan sebagai loncatan dari sebagian evidensi kepada suatu
generalisasi yang jauh melampaui kemungkinan yang diberikan oleh evidensi itu.
Contoh:
Hampir seluruh pria dewasa di Indonesia senang memakai celana pantalon.
Hampir seluruh pria dewasa di Indonesia senang memakai celana pantalon.
2. HIPOTESE DAN TEORI
Generalisasi dan hipotese memiliki sifat yang tumpang
tindih, namun membedakan kedua istilah tersebut sangat perlu. Hipotese (hypo ‘di
bawah’, tithenai ‘menempatkan’) adalah semacam teori atau kesimpulan
yang diterima sementara waktu untuk menerangkan fakta-fakta tertentu sebagai
penuntun dalam meneliti fakta-fakta lain lebih lanjut.
Hipotese merupakan suatu dugaan, teori atau kesimpulan yang bersifat sementara waktu
mengenai sebab-sebab atau relasi antara fenomena-fenomena. Hipotese adalah semacam teori atau kesimpulan
yang diterima sementara waktu untuk menerangkan fakta-fakta tertentu dalam penelitian fakta lebih lanjut.
Dan sebaliknya, teori sebenarnya merupakan hipotese yang
secara relatif lebih kuat sifatnya bila dibandingkan dengan hipotese. Teori
merupakan hipotese yang telah diuji dan yang dapat diterapkan pada
fenomena-fenomena yang releven atau sejenis. Teori adalah azas-azas yang umum
dan abstrak yang diterima secara ilmiah dan sekurang-kurangnya dapat dipercaya
untuk menerangkan fenomena-fenomena yang ada. Teori adalah serangkaian bagian
atau variabel, definisi dan dalil yang saling berhubungan yang menghadirkan
sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena dengan menentukan hubungan antar
variabel, dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan maksud menjelaskan
fenomena alamiah.
Untuk merumuskan hipotese yang baik perhatikan ketentuan
berikut:
- Memperhitungkan semua evidensi yang ada
- Bila tidak ada alasan lain, maka antara dua hipotesa yang mungkin diturunkan, lebih baik memilih hipotesa yang sederhanan daripada yang rumit.
- Sebuah hipotese tidak pernah terpisah dari semua pengetahuan dan pengalaman manusia
- Hipotese buka hanya menjelaskan fakta-fakta yang membentuknya, tetapi harus menjelaskan fakta-faktase jenis yang belum diselidiki.
Hipotesis ini merupakan suatu jenis proposisi yang
dirumuskan sebagai jawaban tentatif atas suatu masalah dan kemudian diuji
secara empiris. Sebagai suatu jenis proposisi, umumnya hipotesis menyatakan
hubungan antara dua atau lebih variabel yang di dalamnya pernyataan-pernyataan
hubungan tersebut telah diformulasikan dalam kerangka teoritis. Hipotesis ini diturunkan atau bersumber dari teori dan tinjauan literatur yang berhubungan
dengan masalah yang akan diteliti.
Pernyataan hubungan antara variabel, sebagaimana dirumuskan dalam hipotesis, merupakan hanya merupakan dugaan sementara atas suatu masalah yang didasarkan pada hubungan yang telah dijelaskan dalam kerangka teori yang digunakan untuk menjelaskan masalah penelitian. Sebab teori yang tepat akan menghasilkan hipotesis yang tepat untuk digunakan sebagai jawaban sementara atas masalah yang diteliti atau dipelajari dalam penelitian. Dalam penelitian kuantitatif peneliti menguji suatu teori. Untuk meguji teori tersebut, peneliti menguji hipotesis yang diturunkan dari teori.
Pernyataan hubungan antara variabel, sebagaimana dirumuskan dalam hipotesis, merupakan hanya merupakan dugaan sementara atas suatu masalah yang didasarkan pada hubungan yang telah dijelaskan dalam kerangka teori yang digunakan untuk menjelaskan masalah penelitian. Sebab teori yang tepat akan menghasilkan hipotesis yang tepat untuk digunakan sebagai jawaban sementara atas masalah yang diteliti atau dipelajari dalam penelitian. Dalam penelitian kuantitatif peneliti menguji suatu teori. Untuk meguji teori tersebut, peneliti menguji hipotesis yang diturunkan dari teori.
3. ANALOGI INDUKTIF
Pada dasarnya analogi adalah perbandingan. Perbandingan
selalu mengenai sekurang-kurangnya dua hal yang berlainan. Dari kedua hal yang
berlainan itu dicari kesamaannya (bukan perbedaanya). Dari pengungkapannya, ada
analogi sederhana serta mudah dipahami dan ada yang merupakan kias yang lebih
sulit dipahami. Dari isinya, analogi dapat dibedakan sebagai analogi dekoratif
dan analogi induktif. Kesimpulan yang diambil dengan jalan analogi, yakni
kesimpulan dari pendapat khusus dari beberapa pendapat khusus yang lainnya.
Analogi adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari dua
peristiwa khusus yang mirip satu sama lain, kemudian menyimpulkan bahwa apa
yang berlaku untuk suatu hal akan berlaku pula untuk hal yang lain. Analogi
dalam ilmu bahasa adalah persamaan antar bentuk yang menjadi dasar terjadinya
bentuk-bentuk yang lain. Analogi merupakan salah satu proses morfologi dimana
dalam analogi, pembentukan kata baru dari kata yang telah ada. Contohnya pada
kata dewa-dewi, putra-putri, pemuda-pemudi, dan karyawan-karyawati.
Analogi induktif merupakan analogi yang disusun berdasarkan persamaan yang ada
pada dua fenomena, kemudian ditarik kesimpulan bahwa apa yang ada pada fenomena
pertama terjadi juga pada fenomena kedua.. Di dalam proses analogi induktif
kita menarik kesimpulan tentang fakta yang baru berdasarkan persamaan ciri
dengan sesuatu yang sudah dikenal. Kebenaran yang berlaku yang satu (lama)
berlaku pula dengan yang lain (baru). Yang sangat penting dengan proses analogi
induktf ialah bahwa persamaan yang digunakan sebagai dasar kesimpulan merupakan
ciri utama (esensial) yang berhubungan erat dengan kesimpulan.
Analogi sebagai suatu proses penalaran yang menurunkan suatu kesimpulan
berdasarkan kesamaan aktual antara dua hal dapat diperinci lagi untuk tujuan
berikut:
- Untuk meramalkan kesamaan.
- Untuk menyingkapkan kekeliruan.
- Untuk menyusun sebuah klarifikasi.
Contoh analogi induktif :
Secara tidak sengaja Amara mengetahui bahwa pensil Stedler 4B nya
menghasilkan gambar vignette yang memuaskan hatinya. Pensil itu sangat lunak
dan menghasilkan garis-garis hitam dan tebal. Maka selama bertahun-tahun ia
selalu memakai pensil itu untuk membuat vignet. Tetapi, ketika ia belibur di
rumah nenek di sebuah kota kecamatan ia kehabisan pensil. Ia mencari di
toko-toko di sepanjang satu-satunya jalan raya di kota itu. Dimana-mana tidak
ada. Akhirnya dari pada tidak mencoret-coret ia memilih merk lain yang sama
lunaknya dengan Stedler 4B. “Ini tentu akan menghasilkan vignet yang bagus
juga”, putusnya meghibur diri.
Paragraph diatas merupakan contoh dari analogi indukitif.
Keputusan Amara merupakan kesimpulan berdasarkan persamaan sifat kedua merk
pensil itu.
4. HUBUNGAN KAUSAL
Hubungan antara sebab dan akibat (hubungan kausal) didalam
dunia modern ini, kadang-kadang tidak mudah diketahui. Tetapi itu tidak berarti
bahwa apa yang dicatat sebagai suatu akibat tidak mempunyai sebab sama sekali.
Hubungan kausal merupakan prinsip sebab-akibat yang ilmu dan
pengetahuan yang dengan sendirinya bisa diketahui tanpa membutuhkan pengetahuan
dan perantaraan ilmu yang lain dan pasti antara segala kejadian, serta bahwa
setiap kejadian memperoleh kepastian dan keharusan serta kekhususan eksistensinya dari sesuatu atau berbagai hal lainnya yang mendahuluinya,
merupakan hal-hal yang diterima tanpa ragu dan tidak memerlukan sanggahan.
Keharusan dan keaslian sistem kausal merupakan bagian dari ilmu-ilmu manusia
yang telah dikenal bersama dan tidak diliputi keraguan apapun.
Hubungan kausal dibangun oleh hubungan antara suatu
kejadian (sebab) dan kejadian kedua (akibat atau dampak), yang mana kejadian
kedua dipahami sebagai konsekuensi dari yang pertama.
Hubungan kausal merupakan asumsi dasar dari ilmu sains.
Dalam metode ilmiah, ilmuwan merancang eksperimen untuk menentukan sebab-akibat
dari kehidupan nyata. Tertanam dalam metode ilmiah adalah hipotesis tentang
hubungan kausal. Tujuan dari metode ilmiah adalah untuk menguji hipotesis
tersebut.
Pada umumnya hubungan kausal ini dapat berlangsung dalam
tiga pola berikut :
a) Sebab ke akibat
Hubungan sebab ke akibat mula-mula bertolak dari suatu
peristiwa yang dianggap sebagai sebab yang diketahui, kemudian bergerak maju
menuju kepada suatu kesimpulan sebagai efek atau akibat yang terdekat.
Contoh :
Penekanan tombol lampu, hujan : tanah becek dan berlumpur,
pakaian yang dicuci tidak lekas kering
b) Akibat ke sebab
Hubungan akibat ke sebab merupakan suatu proses berfikir
yang induktif juga dengan berolak dari suatu peristiwa yang dianggap sebagai akibat
yang diketahui, kemudian menuju sebab-sebab yang mungkin telah menimbulkan
akibat.
Contoh :
Seorang pasien pergi ke dokter karena sakit yang dideritanya
c) Akibat ke akibat
Proses penalaran yang berproses dari suatu akibat menuju
suatu akibat yang lain, tanpa menyebut atau mencari sebab umum yang menimbulkan
kedua akibat.
5. INDUKSI DALAM METODE OKSPOSISI
Sebagai telah dikemukakan diatas, untuk menetapkan apakah
data dan informasi yang kita peroleh itu merupakan fakta, maka harus diadakan
penelitian, apakah data dan informasi itu merupakan kenyataan atau yang
sungguh-sungguh terjadi. Pada tahap selanjutnya pengarang atau penulis perlu
mengadakan penilaian selanjutnya, guna memperkuat fakta yang akan digunakan
sehingga memperkuat kesimpulan yang akan diambil. Dengan kata lain, perlu
diadakannya seleksi untuk menentukan fakta mana yang akan dijadikan evidensi.
Merupakan salah satu jenis pengembangan paragraf dalam
penulisan yang dimana isinya ditulis dengan tujuan untuk menjelaskan atau
memberikan pengertian dengan gaya penulisan yang singkat, akurat, dan
padat.
Karangan ini berisi uraian atau penjelasan tentang suatu
topik dengan tujuan memberi informasi atau pengetahuan tambahan bagi pembaca.
Untuk memperjelas uraian, dapat dilengkapi dengan grafik, gambar atau
statistik. Sebagai catatan, tidak jarang eksposisi ditemukan hanya berisi
uraian tentang langkah atau cara proses kerja. Eksposisi demikian lazim disebut
paparan proses.
Langkah menyusun eksposisi:
- Menentukan topik/tema
- Menetapkan tujuan
- Mengumpulkan data dari berbagai sumber
- Menyusun kerangka karangan sesuai topik yang dipilih
- Mengembangkan kerangka menjadi eksposisi
Pada hakikatnya semua metode merupakan proses penalaran yang
dapat dimasukan dalam salah satu corak penalaran utama Metode identifikasi
merupakan perumusan katagorial mengenai fakta yang diketahui mengenai suatu
obyek garapan. Metode perbandingan bisa mencakup penalaran yang induktif maupun
deduktif. Metode klarifikasi mencakup kedua-duanya. Bila klarifikasi bertolak
dari pengelompokan ke dalam suatu kelas berdasarkan ciri yang sama, maka ia
merupakan induksi. Dengan demikian metode yang telah diuraikan dalam eksposisi
sekaligus juga dapat dimanfaatkan dalam argumentasi.
Sumber :
Labels:bahasa indonesia,softskill,tugas | 0
comments
Saturday, 8 March 2014
PENGERTIAN PENALARAN DEDUKTIF
Penalaran deduktif menggunakan
bentuk bernalar deduksi. Deduksi yang berasal dari kata de dan ducere, yang
berarti proses penyimpulan pengetahuan khusus dari pengetahuan yang lebih umum
atau universal. Perihal khusus tersebut secara implisit terkandung dalam yang
lebih umum. Maka, deduksi merupakan proses berpikir dari pengetahuan universal
ke singular atau individual.
Sedangkan penalaran deduktif itu
sendiri adalah cara berpikir dengan berdasarkan suatu pernyataan dasar untuk
menarik kesimpulan. Pernyataan tersebut merupakan premis, sedangkan kesimpulan
merupakan implikasi pernyataan dasar tersebut. Artinya, apa yang dikemukakan
dalam kesimpulan sudah tersirat dalam premisnya. Jadi, proses deduksi
sebenarnya tidak menghasilkan suatu konsep baru, melainkan pernyataan atau
kesimpulan yang muncul sebagai konsistensi premis-premisnya.
Penalaran deduktif adalah suatu
penalaran yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya
telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau
pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus.
Metode berpikir deduktif
adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu
untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus. Metode ini
diawali dari pebentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrumen
dan operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami suatu gejala terlebih
dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya
dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian konteks penalaran deduktif
tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami suatu gejala.
Penalaran deduktif adalah
menarik kesimpulan khusus dari premis yang lebih umum. Jika premis benar dan
cara penarikan kesimpulannya sah, maka dapat dipastikan hasil kesimpulannya
benar. Penalaran deduktif erat dengan matematika khususnya matematika logika
dan teori himpunan dan bilangan. Penalaran deduktif tergantung pada premisnya.
Artinya, premis yang salah mungkin akan membawa kita kepada hasil yang salah
dan premis yang tidak tepat juga akan menghasilkan kesimpulan yang tidak tepat.
Contoh klasik penalaran deduktif adalah :
- Semua hewan punya mata.
- Anjing termasuk hewan.
- Anjing punya mata
Faktor– faktor penalaran deduktif :
- Pembentukan Teori
- Hipotesis
- Definisi Operasional
- Instrumen
- Operasionalisasi.
MACAM-MACAM SILOGISME DI DALAM PENALARAN DEDUKTIF:
Di dalam penalaran deduktif
terdapat entimen dan 3 macam silogisme, yaitu silogisme kategorial, silogisme
hipotesis dan silogisme alternatif.
1. Silogisme Kategorial
Silogisme kategorial adalah argumen
deduktif yang mengandung suatu rangkaian yang terdiri dari tiga (dan hanya
tiga) proposisi kategorial, yang disusun sedemikian rupa sehingga ada tiga term
yang muncul dalam rangkaian pernyataan itu.
Silogisme kategorial disusun
berdasarkan klasifikasi premis dan kesimpulan yang kategoris. Premis yang
mengandung predikat dalam kesimpulan disebut premis mayor, sedangkan premis
yang mengandung subjek dalam kesimpulan disebut premis minor.
Silogisme kategorial terjadi dari
tiga proposisi, yaitu:
- Premis umum : Premis Mayor(My)
- Premis khusus : Premis Minor (Mn)
- Premis simpulan : Premis Kesimpulan (K)
Dalam simpulan terdapat subjek
dan predikat. Subjek simpulan disebut term mayor, dan predikat simpulan disebut
term minor.
Aturan umum dalam silogisme
kategorial sebagai berikut:
- Silogisme harus terdiri atas tiga term yaitu : term mayor, term minor, term penengah.
- Silogisme terdiri atas tiga proposisi yaitu premis mayor, premis minor, dan kesimpulan.
- Dua premis yang negatif tidak dapat menghasilkan simpulan.
- Bila salah satu premisnya negatif, simpulan pasti negatif.
- Dari premis yang positif, akan dihasilkan simpulan yang positif.
- Dari dua premis yang khusus tidak dapat ditarik satu simpulan.
- Bila premisnya khusus, simpulan akan bersifat khusus.
- Dari premis mayor khusus dan premis minor negatif tidak dapat ditarik satu simpulan.
Contoh Silogisme Kategorial :
- My : Semua buruh adalah manusia pekerja.
- Mn : Semua tukang batu adalah buruh.
- K : Jadi, semua tukang batu adalah manusia pekerja.
- My : Semua mahluk hidup bisa bernafas.
- Mn : Kucing adalah mahluk hidup.
- K : Kucing bisa bernafas.
2. Silogisme Hipotesis
Silogisme hipotesis adalah argumen
yang premis mayornya berupa proposisi hipotesis, sedangkan premis minornya
adalah proposisi kategorial. Silogisme yang terdiri atas premis mayor yang
berproposisi konditional hipotesis. Silogisme hipotetis atau silogisme
pengandaian adalah semacam pola penalaran deduktif yang mengandung hipotese.
Konditional hipotesis adalah bila
premis minornya membenarkan anteseden, simpulannya membenarkan konsekuen. Bila
minornya menolak anteseden, simpulannya juga menolak konsekuen. Premis mayornya
mengandung pernyataan yang bersifat hipotetis.
Rumus proposisi mayor dari
silogisme:
Jika P, maka Q
Contoh:
- My : Bila hujan, pakaian yang dijemur akan basah.
- Mn : Sekarang pakaian yang dijemur telah basah.
- K : Jadi, hujan telah turun.
- My : Jika politik pemerintah dilaksanakan dengan paksa, maka kegelisahan akan timbul.
- Mn : Politik pemerintahan tidak dilaksanakan dengan paksa.
- K : Jadi, kegelisahan tidak akan timbul.
- My : Bila mahasiswa turun ke jalanan, pihak penguasa akan gelisah.
- Mn : Pihak penguasa tidak gelisah.
- K : Jadi, mahasiswa tidak turun ke jalanan.
3. Silogisme Alternatif
Silogisme alternatif atau
silogisme disjungtif adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa
proposisi alternatif. Adalah silogisme yang premis mayornya keputusan alternatif sedangkan
premis minornya kategorial yang mengakui atau mengingkari salah satu
alternatif yang disebut oleh premis mayor. Seperti pada silogisme hipotesis istilah
premis mayor dan premis minor adalah secara analog bukan yang semestinya.
Proposisi alternatif yaitu bila premis minornya
membenarkan salah satu alternatifnya. Simpulannya akan menolak alternatif yang
lain.Proporsi mayornya merupakan sebuah proposisi
alternatif, yaitu proposisi yang mengandung kemungkinan atau pilihan.
·
Proposisi minornya adalah proposisi kategorial
yang menerima atau menolak salah satu alternatifnya.
·
Konklusi tergantung dari premis minornya.
Contoh:
- Premis Mayor : Ayah ada di kantor atau di rumah
- Premis Minor : Ayah ada di kantor
- Konklusi : Maka, ayah tidak ada di rumah.
4. Silogisme Entimen
Entinem berasal dari kata Enthymeme, enthymema (Yunani) yang
berasal dari kata kerja enthymeisthai yang
berarti ‘simpan dalam ingatan’. Silogisme muncul hanya dengan dua proposisi.
Merupakan penalaran deduksi secara langsung. Dan dapat dikatakan pula silogisme
premisnya dihilangkan atau tidak diucapkan karena sudah sama-sama diketahui.
Merupakan silogisme yang salah
satu proposisinya dihilangkan tetapi proposisi tersebut dianggap ada dalam
pikiran dan dianggap oleh orang lain. Entimen pada dasarnya adalah
silogisme. Silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik
dalam tulisan maupun lisan. Yang dikemukakan hanya premis minor dan simpulan.
Silogisme asli/awal :
- Premis Mayor : Karyawan yang lulus seleksi penerimaan pegawai BUMN dihubungi oleh bagian SDM
- Premis Minor : Ari dihubungi oleh bagian SDM
- Konklusi : Sebab itu, Ari adalah Karyawan yang lulus seleksi penerimaan pegawai BUMN
- Entimen : Ari adalah Karyawan yang lulus seleksi penerimaan pegawai BUMN, karena dihubungi oleh bagian SDM
Contoh Entimen :
- Dia naik jabatan karena ia rajin bekerja
- Anda naik gaji karena anda berhak menerima kenaikan jabatan itu
Sumber :
Labels:bahasa indonesia,softskill,tugas | 0
comments
I. PENGERTIAN PENALARAN
Menurut Wikipedia,
penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari hasil pengamatan indera
(pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian.
Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi
yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap
benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak
diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan
disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan
konklusi (consequence). Hubungan antara premis dan konklusi disebut
konsekuensi. Jika sebagian proposisi yang diketahui atau dianggap benar,
maka orang akan menyimpulkan sebuah proposisi baru yang belum diketahui
sebelumnya.
Definisi penalaran menurut para ahli:
- Keraf (1985: 5) berpendapat bahwa penalaran adalah suatu proses berpikir dengan menghubung-hubungkan bukti, fakta, petunjuk atau eviden, menuju kepada suatu kesimpulan.
- Bakry (1986: 1) menyatakan bahwa penalaran atau reasoning merupakan suatu konsep yang paling umum menunjuk pada salah satu proses pemikiran untuk sampai pada suatu kesimpulan sebagai pernyataan baru dari beberapa pernyataan lain yang telah diketahui.
- Suriasumantri (2001: 42) mengemukakan secara singkat bahwa penalaran adalah suatu aktivitas berpikir dalam pengambilan suatu simpulan yang berupa pengetahuan.
Metode Dalam Menalar :
A. METODE INDUKTIF
Paragraf Induktif adalah paragraf yang diawali dengan
menjelaskan permasalahan-permasalahan khusus (mengandung pembuktian dan
contoh-contoh fakta) yang diakhiri dengan kesimpulan yang berupa pernyataan
umum. Paragraf induktif sendiri dikembangkan menjadi beberapa jenis.
Pengembangan tersebut yakni paragraf generalisasi, paragraf analogi,
paragraf sebab akibat bisa juga akibat sebab.
Contoh paragraf induktif:
Pada saat ini remaja lebih menukai tari-tarian dari barat
seperti brigdens, shafel muter, salsa (dan Kripton), free dance dan lain sebagainya. Begitupula dengan jenis musik umumnya mereka
menyukai rock, blues, jazz, maupun reff tarian dan kesenian tradisional
mulai ditinggalkan dan beralih mengikuti tren barat. Penerimaan terhadap bahaya
luar yang masuk tidak disertai dengan pelestarian budaya sendiri. Kesenian dan
budaya luar perlahan-lahan menggeser kesenian dan budaya tradisional.
Contoh generalisasi:
Jika ada udara, manusia akan hidup.
Jika ada udara, hewan akan hidup.
Jika ada udara, tumbuhan akan hidup.
Kesimpulan: Jika ada udara mahkluk hidup akan hidup.
B. METODE DEDUKTIF
Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang
menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam
bagian-bagiannya yang khusus.
Contoh:
Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan
adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus)
dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi
sosial dan penanda status sosial.
Syarat-Syarat Kebenaran dalam Penalaran
Jika seseorang melakukan penalaran, maksudnya tentu adalah untuk
menemukan kebenaran. Kebenaran dapat dicapai jika syarat – syarat dalam
menalar dapat dipenuhi.
- Suatu penalaran bertolak dari pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang akan sesuatu yang memang benar atau sesuatu yang memang salah.
- Dalam penalaran, pengetahuan yang dijadikan dasar konklusi adalah premis. Jadi semua premis harus benar. Benar di sini harus meliputi sesuatu yang benar secara formal maupun material. Formal berarti penalaran memiliki bentuk yang tepat, diturunkan dari aturan – aturan berpikir yang tepat sedangkan material berarti isi atau bahan yang dijadikan sebagai premis tepat.
II. PROPOSISI
Proposisi adalah ekspresi verbal dari putusan yang berisi pengakuan atau pengingkaran suatu (predikat) terhadap sesuatu yang lain (subyek) yang dapat dinilai benar atau salah. Dengan kata lain, proposisi adalah pernyataan yang lengkap dalam bentuk subjek-predikat atau term-term yang membentuk kalimat. Proposisi berbentuk kalimat berita netral. Kalimat tanya, kalimat perintah, kalimat harapan, dan kalimat inverse (kalimat yang predikatnya mendahului subjek) tidak disebut proposisi. Hanya kalimat berita yang netral yang dapat disebut proposisi. Tetapi kalimat-kalimat itu dapat dijadikan proposisi apabila diubah bentuknya menjadi kalimat berita yang netral. Fakta atau data yang akan dinalar itu boleh benar dan boleh tidak benar. Kalimat pernyataan yang dapat dipergunakan sebagai data itu disebut proposisi.
Proposisi adalah apa yang dihasilkan dengan mengucapkan
suatu kalimat. Dengan kata lain, hal ini merupakan arti dari kalimat itu, dan
bukan kalimat itu sendiri. Kalimat yg berbeda dapat mengekspresikan proposisi
yang sama, jika artinya sama. Proposisi disebut sebagai “tempat kebenaran”
bukan bahwa proposisi itu selalu benar, melainkan karena hubungan yang diakui
atau diingkarinya itu dapat diuji dengan kenyataan, dan hasilnya pun dapat
benar dan dapat salah.
Rumus ketentuannya :
Q + S + K + P
Keterangan :
Q : Pembilang / Jumlah
(ex: sebuah, sesuatu, beberapa, semua, sebagian, salah satu, bilangan satu s.d.
tak terhingga)
Q boleh tidak ditulis, jika S (subjek) merupakan nama dan subjek yang pembilang
nya sudah jelas berapa jumlahnya :
- Nama (Pram, Endah, Ken, Missell, dll)\
- Singkatan (PBB, IMF, NATO, RCTI, ITC, NASA, dll)
- Institusi (DPRD, Presiden RI, Menteri Keuangan RI, Trans TV, Bank Mega, Alfamart, Sampurna,Garuda Airways, dll)
S : Subjek adalah sebuah kata atau rangkaian beberapa kata untuk diterangkan
atau kalimat yang dapat berdiri sendiri (tidak menggantung).
K : Kopula, ada 5 macam : Adalah, ialah, yaitu, itu, merupakan.
P : Kata benda (tidak boleh kata sifat, kata keterangan, kata kerja).
III. INFERENSI & IMPLIKASI
INFERENSI
Inferensi adalah menarik kesimpulan yang diturunkan dari apa yang ada atau dari
fakta-fakta yang ada. Inferensi
adalah konklusi logis atau implikasi berdasarkan informasi yang tersedia. Merupakan
suatu proses untuk menghasilkan informasi dari fakta yang diketahui.
Inferensi adalah konklusi logis atau implikasi berdasarkan
informasi yang tersedia.
Dalam sistem pakar, proses inferensi
dilakukan dalam suatu modul yang disebut inference engine.
Ketika representasi pengetahuan pada bagian knowledge base telah
lengkap, atau paling tidak telah berada pada level yang cukup akurat,
maka representasi pengetahuan tersebut telah siap digunakan.
Inferensi adalah
membuat simpulan berdasarkan ungkapan dan konteks penggunaannya. Dalam membuat
inferensi perlu dipertimbangkan implikatur. Implikatur adalah makna tidak
langsung atau makna tersirat yang ditimbulkan oleh apa yang terkatakan
(eksplikatur).
Inferensi Langsung
Inferensi yang
kesimpulannya ditarik dari hanya satu premis (proposisi yang digunakan untuk
penarikan kesimpulan). Konklusi yang ditarik tidak boleh lebih luas dari
premisnya.
Contoh I:
Bu, besok temanku
berulang tahun. Saya diundang makan malam. Tapi saya tidak punya baju baru,
kadonya lagi belum ada”.
Maka inferensi dari
ungkapan tersebut: bahwa tidak bisa pergi ke ulang tahun temanya.
Contoh II:
Pohon yang di tanam
pak Budi setahun lalu hidup.
Dari premis tersebut
dapat kita lansung menari kesimpulan (inferensi) bahwa: pohon yang ditanam pak
budi setahun yang lalu tidak mati.
Inferensi Tak Langsung
Inferensi yang
kesimpulannya ditarik dari dua/lebih premis. Proses akal budi membentuk
sebuah proposisi baru atas dasar penggabungan proposisi-preposisi lama.
Contoh:
A : Anak-anak begitu
gembira ketika ibu memberikan bekal makanan.
B : Sayang gudegnya
agak sedikit saya bawa.
Inferensi yang
menjembatani kedua ujaran tersebut misalnya (C) berikut ini.
C : Bekal yang dibawa ibu lauknya gudek komplit.
Contoh yang lain;
A : Saya melihat ke dalam kamar itu.
B : Plafonnya sangat tinggi.
Sebagai missing link diberikan inferensi, misalnya:
C: Kamar itu memiliki plafon.
B. IMPLIKASI
Implikasi adalah rangkuman, yaitu sesuatu yang dianggap karena sudah dirangkum
dalam fakta atau evidensi itu sendiri. Atau berarti akibat, seandainya
dikaitkan dengan konteks bahasa hukum, misalnya implikasi hukumnya, berarti
akibat hukum yang akan terjadi berdasarkan suatu peristiwa hukum yang
terjadi. Bahasa hukum sebenarnya tidak rumit, prinsipnya bahasa hukum masih
mengikuti kaidah EYD, bahasa Indonesia baku. Tetapi, untuk konteks tertentu,
ada hal-hal yang tidak bisa mempergunakan bahasa Indonesia baku.
IV. WUJUD EVIDENSI
Pada hakikatnya evidensi adalah semua yang ada semua kesaksian,semua informasi,atau autoritas yang dihubungkan untuk membuktikan suatu kebenaran, fakta dalam kedudukan sebagai evidensi tidak boleh dicampur adukan dengan apa yang di kenal sebagai pernyataan atau penegasan. Dalam wujud yang paling rendah. Evidensi itu berbentuk data atau informasi. Yang di maksud dengan data atau informasi adlah bahan keterangan yang di peroleh dari suatu sumber tertentu.
Pada hakikatnya evidensi adalah semua yang ada semua kesaksian,semua informasi,atau autoritas yang dihubungkan untuk membuktikan suatu kebenaran, fakta dalam kedudukan sebagai evidensi tidak boleh dicampur adukan dengan apa yang di kenal sebagai pernyataan atau penegasan. Dalam wujud yang paling rendah. Evidensi itu berbentuk data atau informasi. Yang di maksud dengan data atau informasi adlah bahan keterangan yang di peroleh dari suatu sumber tertentu.
V. CARA MENGUJI DATA
Data dan informasi yang digunakan dalam penalaran harus
merupakan fakta. Oleh karena itu perlu diadakan pengujian melalui cara-cara
tertentu sehingga bahan-bahan yang merupakan fakta itu siap digunakan sebagai
evidensi.
Dibawah ini beberapa cara yang dapat digunakan untuk pengujian
tersebut :
- Obervasi
Fakta yang diajukan sebagai evidensi mungkin belum memuaskan
seseorang pengarang atau penulis. Untuk lebih meyakinkan dirinya sendiri dan
sekaligus dapat mengunakan sebaik – baiknya dalam usaha meyakinkan para
pembaca, maka kadang – kadang pengarang merasa perlu untuk mengadakan
peninjauan atau obervasi singkat untuk mengecek data atau informasi itu.
- Kesaksian
Keharusan menguji data dan informasi, tidak harus selalu
dilakuan dengan obervasi. Kadang sangat sulit untuk mengaharuskan seorang
mengadakan obervasi atas obyek yang akan dibicarakan.
- Autoritas
Cara ketiga untuk menguji fakta dalam usaha menyusun
evidensi adalah meminta pendapat dari suatu otoritas, yakin dari pendapat
seorang ahli, atau mereka yang menyelidiki fakta dengan cermat, memperhatikan
semua kesaksian,menilai semua fakta kemudian memberikan pendapat mereka sesuai
dengan keahlian mereka dalam bidang itu.
VI. CARA MENGUJI FAKTA
Untuk menetapkan apakah data atau informasi yang kita
peroleh itu merupakan fakta, maka harus diadakan penilaian. Penilaian tersebut
baru merupakan penilaian tingkat pertama untuk mendapatkan keyakitan bahwa
semua bahan itu adalah fakta, sesudah itu pengarang atau penulis harus
mengadakan penilaian tingkat kedua yaitu dari semua fakta tersebut dapat
digunakan sehingga benar-benar memperkuat kesimpulan yang akan diambil.
- Konsistensi
Dasar pertama yang dipakai untuk mengatakan fakta mana yang
akan dipakai sebagai evidensi adalah konsistenan.
- Koharensi
Dasar kedua yang bisa dipakai untuk mungji fakta yang dapat
diperguanakan sebagai evidenis adalah masalah koharensi. Semua fakta
yang akan digunakan sebagai evidensi harus pula khoren dengan pengalam manusia,
atau sesuai dengan pandangan atau sikap yang berlaku.
VII. CARA MENGUJI AUTORITAS
Seorang penulis yang objektif selalu menghidari semua
desas-desus atau kesaksian dari tangan kedua. Penulis yang baik akan membedakan
pula apa yang hanya merupakan pendapat saja atau pendapat yang sungguh-sungguh
didasarkan atas penelitian atau data eksperimental. Demikian pula sikap seorang penulis menghadapi pendapat
autoritas. Ada kemungkinan bahwa suatu autoritas dapat melakukan suatu
kesalahan-kesalahan.
Untuk menilai suatu otoritas, penulis dapat memilih
beberapa pokok berikut :
- Tidak Mengandung Prasangka
Dasar pertama yang perlu diketahui oleh penulis adalah
pendapat autoritas sama sekali tidak boleh mengandung prasangka. Yang tidak
mengandung prasangka artinya pendapat itu disusun berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan oleh ahli itu sendiri, atau didasarkan pada hasil-hasil
eksperimental yang dilakukannya. Pengertian tidak mengandung prasangka juga
mencakup hal lain, yaitu bahwa autoritas itu tidak boleh memperoleh keuntungan
pribadi dari data-data eksperimentalnya. Bila faktor-faktor itu tidak mempengaruhi
autoritas itu, maka pendapatnya dapat dianggap sebagai suatu pendapat yang
obyektif.
- Pengalaman dan Pendidikan Autoritas
Dasar kedua yang harus diperhitungkan penulis untuk
memperhitungkan penulis untuk menilai pendapat suatu otoritas adalah menyangkut
pengalaman dan pendidikan autoritas. Pendidikan yang diperoleh menjadi jaminan
awal, pendididkan yang diperolehnya harus dikembangkan lebih lanjut dalam
kegiatan-kegiatan sebagai seorang ahli yang diperoleh melalui pendidikan tadi.
Pengalaman-pengalaman yang diperoleh autoritas, penelitian-penelitian yang
dilakukan dan prestasi hasil-hasil penelitian dan hasil pendapatnya akan lebih
memperkokoh kedudukannya, dengan catatan bahwa syarat pertama diatas harus juga
di perhatikan.
- Kemashuran dan Prestise
Faktor ketiga yang harus diperhatikan oleh penulis untuk
menilai autoritas adalah meneliti apakah pernyataan atau pendapat yang akan
dikutip sebagai autoritas itu hanya sekedar bersembunyi dibalik kemasyuran dan
prestise pribadi dibidang lain. Apakah ahli itu menyertakan pendapatnya dengan
fakta-fakta yang meyakinkan.
- Koherensi dengan Kemajuan
Hal keempat yang perlu diperhatikan oleh penulis argumentasi
adalah apakah pendapat yang diberikan autoritas itu sejalan dengan perkembangan
dengan kemajuan jaman, atau koheren dengan pendapat atau sikap terahir dalam
bidang itu. Pengetahuan dan pendapat terahir tidak selalu berarti bahwa
pendapat itulah yang terbaik. Tetapi harus diakui bahwa pendapat-pendapat
terahir dari ahli-ahli dalam bidang yang sama lebih dapat diandalkan, karena
autoritas-autoritas semacam itu memperoleh kesempatan yang paling baik untuk
membandingkan semua pendapat sebelumnya, dengan segala kebaikan dan keburukan
atau kelemahannya, sehingga mereka dapat mencetuskan suatu pendapat yang lebih
baik, yang lebih dapat di pertanggung-jawabkan.
Untuk melihat bahwa penulis sungguh-sungguh siap dengan
persoalan yang tengah diargumentasikan, maka sebaiknya seluruh argumentasi itu
jangan didasarkan hanya pada suatu autoritas. Dengan bersandar pada suatu
autoritas saja, maka hal itu diperlihatkan bahwa penulis karangan telah
benar-benar mempersiapkan diri.
Sumber :
Labels:bahasa indonesia,softskill,tugas | 0
comments
Subscribe to:
Posts
(Atom)