Thursday, 28 May 2015
Undang – undang No. 36 Tahun 1999 tentang
telekomunikasi berisikan sembilan bab yang mengatur hal-hal berikut ini;
ketentuan umum telekomunikasi, asas dan tujuan telekomunikasi, pembinaan
telekomunikasi, penyelenggaraan telekomunikasi, penyidikan telekomunikasi,
sanksi administrasi telekomunikasi, ketentuan pidana, ketentuan peralihan
telekomunikasi, dan ketentuan penutup telekomunikasi.
A. DEFINISI TELEKOMUNIKASI
Berikut adalah beberapa pengertian yang
terdapat dalam UU No. 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi:
- Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya.
- Alat telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam bertelekomunikasi.
- Perangkat telekomunikasi adalah sekelompok alat telekomunikasi yang memungkinkan bertelekomunikasi.
- Sarana dan prasarana tetekomunikasi adalah segala sesuatu yang memungkinkan dan mendukung berfungsinya telekomunikasi.
- Jaringan telekomunikasi adalah rangkaian perangkat telekomunikasi dan kelengkapannya yang digunakan dalam bertelekomunikasi.
- Penyelenggara telekomunikasi adalah perseorangan, koperasi, badan usaha milik daerah, badan usaha milik negara, badan usaha swasta, instansi pemerintah, dan instansi pertahanan keamanan negara.
- Interkoneksi adalah keterhubungan antarjaringan telekomunikasi dan penyelenggara jaringan telekomunikasi yang berbeda.
B. ASAS DAN TUJUAN
Didalam UU no.36
th.1999 terdapat pasal yang menyebutkan tentang azas dan tujuan yaitu terdapat
pada
Pasal 2: “Telekomunikasi diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, kemitraan, etika, dan kepercayaan pada diri sendiri”
Pasal 3: “Telekomunikasi diselenggarakan dengan tujuan untuk mendukung persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata, mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta meningkatkan hubungan antarbangsa.”
- Asas manfaat berarti bahwa pembangunan telekomunikasi khususnya penyelenggaraan telekomunikasi akan lebih berdaya guna dan berhasil guna baik sebagai infrastruktur pembangunan, sarana penyelenggaraan pemerintahan, sarana pendidikan, sarana perhubungan maupun sebagai komoditas ekonomi yang dapat lebih meningkatkan kesejahteraan masyarakat lahir dan batin.
- Asas adil dan merata adalah bahwa penyelenggaraan telekomunikasi memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama kepada semua pihak yang memenuhi syarat dan hasil- hasilnya dinikmati oleh masyarakat secara adil dan merata.
- Asas kepastian hukum berarti bahwa pembangunan telekomunikasi khususnya penyelenggaraan telekomunikasi harus didasarkan kepada peraturan perundang-undangan yang menjami kepastian hukum dan memberikan perlindungan hukum baik bagi para investor, penyelenggara telekomunikasi, maupun kepada pengguna telekomunikasi.
- Asas kepercayaan pada diri sendiri, dilaksanakan dengan memanfaatkan secara maksimal potensi sumber daya nasional secara efisien serta penguasaan teknologi telekomunikasi, sehingga dapat meningkatkan kemandirian dan mengurangi ketergantungan sebagai suatu bangsa dalam menghadapi persaingan global.
- Asas keamanan dimaksudkan agar penyelenggaraan telekomunikasi selalu memperhatikan faktor keamanan dalam perencanaan, pembangunan, dan pengoperasiannya. Asas etika dimaksudkan agar dalam penyelenggaraan telekomunikasi senantiasa dilandasi oleh semangat profesionalisme, kejujuran, kesusilaan, dan keterbukaan.
- Asas kemitraan mengandung makna bahwa penyelenggaraan telekomunikasi harus dapat mengembangkan iklim yang harmonis, timbal balik, dan sinergi, dalam penyelenggaraan telekomunikasi.
- Telekomunikasi diselenggarakan dengan tujuan untuk mendukung persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata, mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta meningkatkan hubungan antarbangsa. Tujuan penyelenggaraan telekomunikasi yang demikian dapat dicapai, antara lain, melalui reformasi telekomunikasi untuk meningkatkan kinerja penyelenggaraan telekomunikasi dalam rangka menghadapi globalisasi, mempersiapkan sektor telekomunikasi memasuki persaingan usaha yang sehat dan profesional dengan regulasi yang transparan, serta membuka lebih banyak kesempatan berusaha bagi pengusaha kecil dan menengah.
C. PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI
Dalam rangka efektivitas pembinaan,
pemerintah melakukan koordinasi dengan instansi terkait, penyelenggara
telekomunikasi, dan mengikutsertakan peran masyarakat. Dalam posisi yang
demikian, pelaksanaan pembinaan telekomunikasi yang dilakukan Pemerintah
melibatkan peran serta masyarakat, berupa penyampaian pemikiran dan pandangan
yang berkembang dalam masyarakat mengenai arah pengembangan pertelekomunikasian
dalam rangka penetapan kebijakan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan di
bidang telekomunikasi. Pelaksanaan peran serta masyarakat diselenggarakan oleh
lembaga mandiri yang dibentuk untuk maksud tersebut. Lembaga seperti ini
keanggotaannya terdiri dari asosiasi yang bergerak di bidang usaha
telekomunikasi, asosiasi profesi telekomunikasi, asosiasi produsen peralatan
telekomunikasi, asosiasi pengguna jaringan, dan jasa telekomunikasi serta
masyarakat intelektual di bidang telekomunikasi. Ketentuan mengenai tata cara
peran serta masyarakat dan pembentukan lembaga masih akan diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Setelah mengetahui pasal yang
menyebutkan azas dan tujuan di UU no.36 th.1999 disebutkan juga tentang
penyelenggaraan telekomunikasi yaitu:
Pasal 7:
Ayat1: “Penyelenggaraan telekomunikasi meliputi :
- a. penyelenggaraan jaringan telekomunikasi;
- b. penyelenggaraaan jasa telekomunikasi;
- c. penyelenggaraan telekomunikasi khusus.”
Dari pasal 7 juga disebutkan dalam ayat 2: ”hal-hal yang
diperhatikan dalam penyelenggaraan telekomunikasi sebagai berikut :
- a. melindungi kepentingan dan keamanan negara;
- b. mengantisipasi perkembangan teknologi dan tuntutan global;
- c. dilakukan secara profesional dan dapat dipertanggungjawabkan;
- d. peran serta masyarakat.”
Jadi dalam penyelenggaraan telekomunikasi dapat dilakukan oleh
badan hukum yang didirikan untuk maksud tersebut berdasarkan peraturan
perundangan-undangan yang berlaku yang dijelaskan pada pasal 8 ayat 1 dan 2:
Ayat 1: “Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau
penyelenggaraan jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1)
huruf a dan huruf b, dapat dilakukan oleh badan hukum yang didirikan untuk maksud
tersebut berdasarkan peraturan perundangan-undangan yang berlaku, yaitu :
- a. Badan Usaha Milik Negara (BUMN);
- b. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD);
- c. badan usaha swasta; atau
- d. koperasi;”
Ayat 2: “Penyelenggaraan Telekomunikasi khusus sebagaimana
dimaksud dalam pasal 7 ayat (1) huruf c, dapat dilakukan oleh :
- a. perseorangan;
- b. instansi pemerintah ;
- c. badan hukum selain penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi;”
D. PENYIDIKAN
Pasal 44
- (1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di Iingkungan Departemen yang Iingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
- (2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang :
- a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran Iaporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
- b. melakukan pemeriksaan terhadap orang dan atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
- c. menghentikan penggunaan alat dan atau perangkat telekomunikasi yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku;
- d. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka;
- e. melakukan pemeriksaan alat dan atau perangkat telekomunikasi yang diduga digunakan atau diduga berkaitan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
- f. menggeledah tempat yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
- g. menyegel dan atau menyita alat dan atau perangkat telekomunikasi yang digunakan atau yang diduga berkaitan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
- h. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi; dan .
- i. mengadakan penghentian penyidikan
(3)
Kewenangan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diiaksanakan sesuai
dengan ketentuan Undang-undang Hukum Acara Pidana.
E. SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 45
Barang
siapa melanggar ketentuan Pasal 16 ayat (1), Pasal 18 ayat (2), Pasal 19, Pasal
21, Pasal 25 ayat (2), Pasal 26 ayat (1), Pasal 29 ayat (1), Pasal 29 ayat (2),
Pasal 33 ayat (1), Pasal 33 ayat (2), Pasal 34 ayat (1), atau Pasal 34 ayat (2)
dikenai sanksi administrasi.
Pasal 46
(1)
Sanksi admiriistrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 berupa pencabutan
izin.
(2)
Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah diberi
peringatan tertulis.
F. KETENTUAN PIDANA
- Pasal 47 : Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
- Pasal 48 : Penyelenggara jaringan telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
- Pasal 49 : Penyelenggara telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
- Pasal 50 : Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
- Pasal 51 : Penyelenggara telekomunikasi khusus yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) atau Pasal 29 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
- Pasal 52 : Barang siapa memperdagangkan, membuat, merakit, memasukkan atau menggunakan perangkat telekomunikasi di wilayah Negara Republik Indonesia yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
- Pasal 53 :
- (1) Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) atau Pasal 33 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
- (2) Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling Iama 15 (lima belas) tahun.
- Pasal 54 : Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) atau Pasal 36 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
- Pasal 55 : Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
- Pasal 56 : Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
- Pasal 57 : Penyelenggara jasa telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
- Pasal 58 : Alat dan perangkat telekomunikasi yang digunakan dalam tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Pasal 48, Pasal 52 atau Pasal 56 dirampas untuk negara dan atau dimusnahkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Pasal 59 : Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51, Pasal 52, Pasal 53, Pasal 54, Pasal 55, Pasal 56, dan Pasal 57 adalah kejahatan.
Sumber:
Subscribe to:
Post Comments
(Atom)
keep the spirit in the work
ReplyDeletePengobatan Alzheimer Pada Lansia Secara Alami