Tuesday, 3 January 2012
Di zaman modern ini, menurut saya masyarakat di Indonesia terlalu “norak” dalam perkembangan teknologi, bayangkan saja, setiap kepala biasanya memiliki teknologi canggih seperti telepon genggam, laptop atau PC, flashdisk, modem, mp3 player, dll. Ada pula setiap rumah hampir semuanya memiliki mobil atau motor (atau bahkan keduanya), televisi, radio, kipas angin atau AC, kompor, oven, dll. Itupun belum dihitung dengan barang elektronik yang sudah rusak. Hal ini menyebabkan begitu banyaknya sampah elektronik dan “calon” sampah elektronik.
Apalagi yang berkaitan dengan kendaraan, begitu banyak polusi dan pemborosan bahan bakar serta bahan baku elektronika yang ada di Indonesia. Sebagai remaja yang pintar, seharusnya kita memikirkan betapa masyarakat Indonesia tidak peduli akan pemborosan pemakaian teknologi. Oleh karena itu, sebaiknya kita memikirkan penghematan teknologi. Dalam hal ini, mari kita membahas kendaraan ramah lingkungan.
Keli ini kita mebahas sedikit tentang BECAK. Pernahkah anda menikmati kendaraan tradisional “becak”? Di zaman modern ini tidak sedikit orang yang belum pernah “naik becak”. Kapasitas normal becak adalah dua orang penumpang yang duduk di depan dan satu orang pengemudi becak di bagian belakang. Cara mengendarai becak mirip dengan sepeda. Sayangnya, akibat kepadatan penduduk dan kemacetan di Jakarta, kendaraan tradisional ini dilarang sejak 1980-an. Alasan resmi dari peniadaan becak adalah “eksploitasi manusia atas manusia” , sehingga kendaraan ini diganti dengan bajaj, helicak yang sudah berteknologi mesin.
Biasanya, kendaraan becak “lakunya” di daerah wisata seperti Jogjakarta. Hal ini menurut saya cukup baik demi melestarikan tradisional dan budaya Indonesia serta untuk menarik para wisatawan asing untuk mengenal keanekaragaman tradisional Indonesia. Sebaiknya objek wisata alam yang terletak di daerah kawasan jarang macet, becak adalah ide yang cukup baik untuk menarik wisatawan. Apalagi jika kawasan wisata tersebut hanya dikhususkan bagi pejalan kaki dan becak. Tentu akan mendukung lingkungan sekitar dalam menjaga kelestariannya karena tidak perlu bahan bakar dan tidak berpolutan.
Ketika saya masih TK, masih banyak becak yang “nongkrong” di depan kompleks perumahan. Becak di zaman itu, berguna layaknya “ojeg motor” sekarang ini. Anak-anak yang baru pulang sekolah, ibu-ibu yang baru pulang dari pasar, orang kantoran, dan anak-anak yang sekedar bermain pun begitu menikmati kendaraan tradisional ini.
Di zaman serba modern ini, para remaja, terutama yang berkecukupan, yang “gaul”, anak sekolah dan para mahasiswa banyak yang memiliki kendaraan pribadi. Lihat saja lahan parkir, misalnya pemarkiran kendaraan bermotor di Kampus E Universitas Gunadarma, tidak pernah kosong setiap ada jadwal kuliah. Padahal dulu, belum begitu banyak motor pribadi bagi para remaja. Belum pula dihitung dengan banyaknya kendaraan umum di kawasan jabodetabek. Tidak heran bila Jakarta dan sekitarnya semakin panas dan semakin tercemar polusi.
Kendaraan modern juga telah menjadi penyebab banyak masalah di Indonesia, khususnya Jabodetabek. Antara lain masalah pemborosan BBM, kenaikan BBM yang memacu demonstrasi, pencemaran udara lingkungan karena polutan yang dikeluarkan oleh gas emisi kendaraan bermotor, kemacetan yang merajalela, pemakaian kereta yang semakin tidak menentu, jadwal kereta yang sering telat, pemadatan penumpang kereta, kecelakaan lelu lintas yang menelas nyawa, kemacetan saat mudik, daerah 3 in 1, dll.
Coba lihat remaja di luar Indonesia. Di Jepang misalnya, bos besar disana masih banyak yang mengendarai sepeda, pejalan kaki dan pengguna kereta. Disana jarang ditemukan adanya macet. Atau di negara Amerika atau Inggris, seperti di film-film, biasanya mereka memiliki satu mobil untuk sekeluarga. Anak-anak diantar ke sekolah oleh orangtua. Para remaja disana pun tidak banyak yang berkendaraan pribadi.
Saat ini Indonesia sedang gempar-gemparnya dengan istilah “go green” atau “Gowes” (istilah mengendarai sepeda). Misalnya di Jakarta, tidak jarang ada event pemblokiran jalan untuk festival mengendarai sepeda yang diikuti oleh semua kalangan masyarakat. Hal ini cukup baik untuk membudidayakan kendaraan ramah lingkungan. Bila Anda memiliki sepeda pribadi, jangan sampai sekedar pajangan atau sekedar trend. Pakailah sepeda untuk olahraga, ke warung, atau jemput adik yang sekolahnya tidak terlalu jauh dari rumah. Daripada memakai motor yang boros bensin dan berpolusi, sepeda lebih baik bukan? So, think smart, hi teenagers!
Subscribe to:
Post Comments
(Atom)
0 comments:
Post a Comment